Menanti Kebangkitan Jepang

Pemilihan umum anggota parlemen Jepang dimenangi secara telak oleh Partai Liberal Demokrat Jepang (LDP).Partai konservatif penguasa Jepang sejak pasca-Perang Dunia II ini meraup dukungan 294 kursi dari total 480 kursi majelis rendah parlemen Jepang.

Dengan tambahan dukungan dari mitra koalisinya,Partai Komeito, sebanyak 31 kursi, koalisi yang dipimpin LDP ini dipastikan menguasai lebih dari dua pertiga kursi parlemen. Kemenangan ini menandai kembalinya LDP untuk memimpin Jepang kali kedua setelah sempat turun tahta akibat kekalahan mereka pada 2009.

Shinzo Abe, sang pemimpin LDP yang baru kembali terpilih, juga akan dipastikan menjadi perdana menteri (PM) baru Jepang pada sidang parlemen 26 Desember nanti. Abe memimpin Jepang untuk kedua kali setelah sempat menjadi PM pada 2006- 2007. Kemenangan ini sesuai yang diprediksikan banyak pihak.

Kemunculan Abe dianggap memberikan angin segar (kembali) bagi kebangkitan Jepang di tengah keterpurukan persoalan domestik, persengketaan kawasan maupun global. Pendeknya, Abe beserta kekuatan LDP yang ia pimpin digadang-gadang memberikan harapan membaiknya taraf hidup dan martabat masyarakat Jepang di kawasan.

Kebangkitan Jepang

Kemenangan LDP ini dapat dilihat sebagai indikasi kemunculan kembali nasionalisme Jepang. Rasa nasionalisme ini menandai momentum kebangkitan Jepang setelah selama dua dekade mengalami stagnasi ekonomi politik. Pertama, PM Noda dianggap gagal menyelesaikan pekerjaan- pekerjaan rumah seperti persoalan ekonomi nuklir Fukushima dan recovery tsunami.

Kepemimpinan Partai Demokrat Jepang (DPJ) juga lemah dalam menangani isu-isu persengketaan kawasan dengan China dan Korea Utara. PM Noda dianggap lembek dan lamban dalam merespons provokasi dua negara tersebut. Kedua, di sisi lain, Shinzo Abe bak magnet bagi para pemilih Jepang khususnya kawula mudanya. Janjinya membawa Jepang lebih asertif dengan usulan radikal menguatkan kemampuan militer Jepang.

Salah satu langkahnya dengan rencana mengubah konstitusi Jepang khususnya Artikel 9 yang selama ini membatasi kekuatan militer Jepang sebatas sebagai kekuatan pembela diri semata (self defense forces). Sisi radikal dari LDP yang konservatif ini sebenarnya wu-jud kelihaian Abe memanfaatkan momentum. Ia mampu mengapitalisasi kelemahan Noda dalam merespons perkembangan domestik dan memanasnya sengketa domestik yang butuh penanganan lebih dari sekadar hanya play by the book.

Ketiga, posisi Amerika Serikat (AS) yang masih sentral dalam hubungan dengan Jepang menjadi salah satu kunci penentu kebangkitan Jepang. Dengan menghangatnya konflik kawasan Asia Timur termasuk uji coba persenjataan Korea Utara hingga insiden pengintaian pesawat China di teritorial Jepang beberapa hari lalu,AS berkepentingan memproteksi Jepang, sang sekutu loyalnya selama ini.

Kemungkinan konstitusi berubah dengan restu AS pun bisa terjadi sama ketika AS merancang konstitusi Jepang pasca- Perang Dunia II.Ketiga hal di atas yang dapat dimaknai sebagai pertanda kebangkitan nasionalisme Jepang memang bukan hal yang sama sekali baru. Kasus sengketa wilayah di Asia Timur juga seringkali terjadi sepanjang sejarah konflik antara Jepang, China, dan Korea Utara.

Namun, kali ini mendapatkan nuansanya yang baru ketika eskalasi persoalan tersebut menyulut reaksi domestik di Jepang maupun China yang cukup masif. Di samping itu,konflikkonflik ini sebenarnya juga harus dilihat sebagai suatu gambaran yang lebih luas tentang dinamika kawasan yang saat ini terjadi, termasuk konflik laut China selatan yang menyeret perhatian negara-negara besar di dalamnya.

Fokus

Kemenangan LDP ini pun memang baru awal bagi perjalanan berat kepemimpinan Abe di panggung politik sebagai PM pascalengsernya Noda nanti. Abe tidak boleh hanya sekadar menjadikan isu-isu populis untuk memenangkan pemilu semata.Tantangan riil Abe adalah mewujudkan ihwal krusial yang ia tawarkan dalam pemilu dan berbagai kesempatan di hadapan publik sebagai hal yang nyata.

Isu utama memang masih seputar ekonomi dan diplomasi. Di bidang ekonomi salah satunya membenahi perekonomian Jepang dengan lebih melakukan kebijakan moneter yang menjaga nilai tukar yen sedemikian rupa sehingga menggeliatkan kembali industri Jepang. Secara khusus tantangannya adalah memberikan daya saing yang menguntungkan bagi eksportir Jepang.

Jepang membutuhkan stimulus ekonomi yang riil terutama dalam rangka rekonstruksi pascabencana tsunami yang lalu. Salah satu langkah yang mungkin ditempuh Abe nanti adalah memilih anggota kabinet yang tepat seperti Taro Aso yang kemungkinan diprediksikan jadi menteri keuangan. Selain itu, pemilihan direktur Bank Sentral Jepang yang baru juga menjadi kunci penting rekonstruksi ekonomi Jepang.

Dari sisi diplomasi yang paling penting adalah meyakinkan AS untuk tetap menjadi sekutu Jepang dengan memberikan ruang Jepang untuk lebih bisa berperan secara tegas dan kuat, khususnya dalam peningkatan kemampuan pertahanan. Langkah diplomasi yang penting dilakukan Abe adalah melakukan pendekatan khusus kepada AS.Abe perlu mendorong redefinisi hubungan kemitraan AS-Jepang baru setelah hubungan yang selama ini terjadi telah menjadi usang.

Saat inilah momentumnya untuk melakukan redefinisi dan rekonfigurasi hubungan dua negara dengan mempertimbangkan kontestasi kekuatan yang sedang terjadi di Asia Timur dengan tetap bertujuan meraih keuntungan saling menguntungkan bagi AS-Jepang. Salah satu pintunya melalui kemungkinan revisi konstitusi, khususnya pembahasan tentang pengembangan kekuatan militer yang lebih kuat dan mandiri.●

 

TIRTA N MURSITAMA PHD Ketua Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Humaniora, Universitas Bina Nusantara; Alumnus Gakushuin University, Tokyo, Japan