Kuliah Tamu oleh Hinrich Foundation: ‘Jurnalisme di China dan Hong Kong’

Pada tanggal 3 Maret 2018, Hinrich Foundation mengadakan kuliah tamu dan perkenalan beasiswa pascasarjana ke Hong Kong Baptist University untuk mahasiswa Hubungan Internasional BINUS Unibersity. Kuliah tamu ini adalah bentuk kerjasama Departemen Hubungan Internasional BINUS dengan Hinrich Foundation untuk pertama kalinya. Hinrich Foundation sendiri merupakan sebuah yayasan yang bergerak dalam berbagai aktivitas yang berfokus pada promosi sustainable global trade. Pemberian beasiswa adalah salah satunya, di samping pembangunan karir di bidang perdagangan global, pendampingan kegiatan ekspor, dan mendorong penelitian-penelitian di bidang perdagangan internasional.

Kuliah tamu yang dipandu oleh Mr. Putro Agus Harnowo, selaku penerima beasiswa MA untuk jurusan jurnalisme di Hong Kong Baptist University, ini mengangkat topik “Jurnalisme di China dan Hong Kong”. Mr. Putro sangat menarik dalam memaparkan kerja jurnalisme di China dan Hong Kong. Di China, jurnalisme menjadi alat propaganda pemerintah. Namun tidak seperti Uni Soviet di era Perang Dingin, jurnalisme di China mempropagandakan program-program ekonomi dan kedahsyatan capaian ekonomi China yang kini menjadi raksasa ekonomi global yang menggeser dominasi ekonomi Amerika Serikat. Jurnalis di China memiliki hubungan yang sedemikian unik dengan para birokrat dan pengambil kebijakan di Partai Komunis China, sehingga jarang sekali terlihat berita buruk tentang negara mereka, terutama di media-media lokal. Pemerintah pun menerapkan sensor sedemikian ketat terhadap berita-berita yang muncul. Kongkalikong antara pemerintah komunis yang terisolasi, media massa dan media sosial yang propagandis, dan cendekiawan-cendekiawan pemegang kunci kemajuan teknologi komunikasi dan informasi menjadi resep pemerintah China untuk tidak hanya mengintip malu-malu dari celah-celah Tirai Bambunya, melainkan berkompetisi secara total dalam ekonomi global secara full power.

Sedangkan fenomena regresif justru terjadi di Hong Kong sejak negara ini dikembalikan ke China tahun 1997. Kemajuan di segala dimensi, termasuk ekonomi, sosial, budaya, dan politik justru mengalami kemunduran. Demikian pula dengan dunia jurnalistik Hong Kong yang semula demokratis, kini justru semakin mengikuti langkah isolasionis-propagandis rekan-rekannya di daratan utama China. Dinamika jurnalisme kedua negara ini sangat menarik untuk diikuti, terutama dalam mata kuliah Media and State Role dalam streaming media Departemen Hubungan Internasional BINUS. Lebih menarik lagi ketika fenomena ini diletakkan dalam perspektif kebangkitan China sebagai raksasa ekonomi global kontemporer yang dibahas dalam berbagai mata kuliah lain.

(Aditya Permana, Dosen Hubungan Internasional, Universitas Bina Nusantara)