Multilateralisme dalam Kebijakan Luar Negeri Indonesia

Center for Business and Diplomatic Studies (CBDS) Binus University mengundang Direktur Jenderal Kerjasama Multilateral Kementerian Luar Negeri Indonesia, Drs. Febrian A. Ruddyard, sebagai pembicara dalam International Relations Lecture Series (IRLS) yang berlangsung pada tanggal 12 Mei 2018 di auditorium Kampus Anggrek. Aacara ini dihadiri oleh sekitar 200 mahasiswa Hubungan Internasional Binus University. Topik yang menjadi pembahasan dalam kuliah umum ini adalah mengenai “Multilateralisme dalam Kebijakan Luar Negeri Indonesia”. Dalam pembukaannya, Bapak Febrian mengatakan bahwa saat ini yang menjadi prioritas Indonesia dalam lingkup multilateralisme adalah menjadi anggota tidak tetap dewan keamanan PBB pada tahun 2019 hingga tahun 2020. Banyak hal yang disampaikan dalam kuliah tamu ini, mulai dari makna multilateralisme bagi Indonesia hingga isu-isu yang menjadi fokus dari multilateralisme.

Menurut Bapak Febrian, multilarealisme memiliki banyak makna yang diantaranya terpadat dalam UN Charter. Tujuannya adalah untuk menciptakan suatu kondisi dimana terdapat keadilan dan sikap saling menghormati antar negara yang berasal dari trearty dan hukum internasional yang diduskisikan dalam forum multilateral. Multilarealisme juga merupakan upaya dan semangat untuk menciptakan toleransi. Salah satu contohnya adalah terbentuknya PBB untuk menciptakan perdamaian dunia. Keputusan yang diambil oleh PBB harus memenuhi kepentingan negara anggotanya. Sehingga proses multilateralisme lebih lama dikarenakan harus menaungi kepentingan banyak negara yang berbeda. Direktorat kerjasama multilateral memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa kesepakatan regional yang ada dapat mewadahi apabila terdapat isu yang sama dibahas dalam lingkup multilateral.

Dalam kuliah umum ini, juga dipaparkan bahwa multilateralisme memiliki beberapa karakteristik. Diantaranya adalah inklusivitas, totalitas, prinsip non-intenvention, selalu mengedepankan kerjasama, dan prinsip untuk menghormati tatanan hukum internasional. Contoh isu yang dibahas adalah serangan oleh Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis ke Suriah yang bertentangan dengan prinsip multilateralisme. Sehingga Indonesia mengeluarkan pernyataan yang menenteng tindakan negara-negara tersebut.

Multilateralisme sudah lama muncul di Indonesia. Misalnya pada dasasila Bandung tahun 1955, dimana Indonesia membuat norma internasional yang berdasarkan prinsip multilateral. Menurut Bapak Febrian, kita harus berbangga karena meskipun baru merdeka pada saat itu, namun Indonesia memiliki inisasi yang sangat baik. Sejarah multilaterlasime antara saat terjadinya perang dingin dan pasca perang dingin juga memiliki banyak perbedaan dari segi fokus isu yang dibicarakan. Hingga saat ini banyak isu berkembang dan bukan lagi membahas isu keamanan negara, melainkan sudah banyak mengangkat isu-isu humanitarian. Berbagai kerjasama multilateralisme telah melibatkan Indonesia, seperti yang terbaru adalah kerjasama cross regional MIKTA. Serta berbagai pendekatan yang dijalankan oleh Indonesia dalam multilateralisme terkait isu-isu peace and security, development dan human rights selalu dijalankan melalui negosiasi multilateral.

Ibnu Yusina (1901522996)

Mahasiswa HI Binus University