Fajar Baru Negeri Matahari Terbit

Prof. Tirta Mursitama pada 7 Mei 2019 mempublikasikan opini di koran-sindo.com mengenai sejarah baru dalam tampuk kekuasaan Jepang dan peran seperti apa yang mesti dilakukan Kaisar Naruhito dan permaisurinya. Berikut artikel lengkapnya.

Jepang menorehkan sejarah baru. Kaisar Akihito turun takhta pada 30 April 2019 dan digantikan oleh putra mahkota Naruhito yang naik takhta sebagai Kaisar Jepang ke-126 sehari setelahnya.

Peristiwa bersejarah ini sungguh unik dan menarik. Pertama, tidak pernah terjadi dalam sejarah Jepang lebih dari 200 tahun terakhir seorang kaisar turun takhta, bukan digantikan karena wafat. Akibatnya, permintaan yang telah disampaikan Kaisar Akihito sejak 2006 tersebut harus melalui serangkaian proses panjang dan rumit melibatkan parlemen, kantor kekaisaran, perdana menteri yang akhirnya menghasilkan aturan yang berlaku khusus untuk Kaisar Akihito dan berlaku satu kali ini saja. Kedua, menarik untuk dilihat sosok Kaisar Naruhito dan peran baru yang diharapkan dari seorang Kaisar Jepang di era modern ini. Tulisan ini akan mengupas bagaimana hubungan antara sosok pribadi Kaisar Naruhito, lingkungan internasional yang berubah serta pentingnya mendefinisikan peran baru yang memberikan harapan bagi Jepang dan dunia internasional.

 

Sosok Modern

Naruhito bisa dikatakan sebagai Kaisar Jepang yang hidup dan tumbuh di zaman modern ini. Ia menyelesaikan studi sarjana bidang sejarah di Gakushuin University, Tokyo, yang dikenal sebagai universitas tempat mendidik kalangan keluarga kaisar. Selanjutnya, Naruhito meneruskan ketertarikan pada studi sejarah di Oxford University, London, hingga selesai. Sebagai seorang kaisar negara sebesar Jepang dengan tradisi ketimuran yang kuat dan mengenyam pendidikan Barat, Naruhito digodok sebagai sosok calon penerus takhta dengan memadukan nilai-nilai adat Timur dan Barat.

Wisdom khas Jepang yang jernih dalam berpikir dan berhati-hati dalam bertindak berpadu dengan pemikiran terbuka akan nilai-nilai baru dan apa adanya ala Barat. Hal ini paling tidak tercermin dari ungkapan Naruhito pada 2017 bahwa setiap kaisar memiliki tantangan dan peran tersendiri di masanya. Pernyataan ini bisa menjadi sinyal bahwa sebagai sosok putra mahkota memiliki pemikiran terbuka dalam membaca perubahan zaman. Selain itu, ada harapan bahwa ia tidak akan hanya melakukan hal-hal konservatif yang bersifat seremonial belaka. Pidato singkatnya saat pengukuhannya sebagai kaisar, Naruhito bersumpah untuk menjadi simbol negara dan persatuan serta akan taat kepada konstitusi dan selalu dekat dengan rakyat.

Hal ini menyiratkan perpaduan antara keyakinan mempertahankan tradisi, tetapi juga membuka ekspektasi sebagai sosok yang siap melakukan yang terbaik bagi Jepang. Permaisuri Masako Owada yang merupakan lulusan Oxford dan Harvard University, mantan diplomat Jepang yang bersinar serta putri seorang guru besar Hubungan Internasional, menjadi sosok penyempurna bagi Kaisar Naruhito. Sebagai sosok yang cerdas tentu akan semakin menguatkan kewibawaan kaisar maupun dalam melahirkan peran baru Kaisar Jepang yang tidak hanya dilakukan kaisar, tetapi oleh pasangan tersebut di depan publik.

 

Peran Baru

Menjadi kaisar sebuah negara besar yang pernah jaya di masa lalu maupun masih menjadi kekuatan terbesar ketiga di dunia saat ini tentu menggagas peran baru, namun autentik sangat diharapkan. Walaupun pasca-Perang Dunia II tradisi peran besar dan penting Kaisar Jepang telah bergeser menjadi lebih simbolik, bukan berarti Kaisar Naruhito hanya akan duduk manis di dalam istana kerajaan. Pasti ada kontinuitas peran dengan melanjutkan yang telah dilakukan oleh ayahnya, Kaisar Emeritus Akihito. Apalagi, Akihito telah berhasil meletakkan dasar peran Kaisar Jepang yang diplomatis dan disegani di mata dunia, dekat dengan rakyat dan sangat dicintai rakyatnya. Di sisi lain, adanya perubahan peran ke arah yang lebih terbuka, inovatif dan kreatif ke depan sangat ditunggu.

Kaisar Naruhito harus memiliki tone, gaya dan substansi kepemimpinan tersendiri sehingga tidak terbelenggu dengan sejarah masa lalu. Narasi tentang Jepang bersalah atas terjadinya perang dan korban yang ditimbulkan, trauma mendalam bagi Jepang dan negara yang menjadi korban harus sudah ditinggalkan. Saatnya kini membangun narasi hubungan kerja sama yang lebih bermakna dan kontributif pada dunia internasional. Dunia internasional setidaknya menunjukkan sikap positif. Xi Jinping, Presiden China, menyambut baik dan menekankan antara Jepang dan China telah memiliki hubungan penuh persahabatan sejak lama.

Di sisi lain, Donald Trump, Presiden Amerika Serikat (AS), berjanji akan semakin meningkatkan ikatan kedua negara yang telah terjalin erat selama ini. Bagi Jepang, AS menjadi sekutu terpenting dan paling berpengaruh yang menjadikan Jepang hingga seperti sekarang ini, termasuk meredupnya peran seorang kaisar. Sementara Shinzo Abe, PM Jepang, juga mengindikasikan keinginan peran Jepang yang baru dalam dinamika situasi internasional yang terus berubah drastis dan tak terduga seperti saat ini. Di era baru bertajuk Reiwa yang berarti beautiful harmony atau keseimbangan yang indah sebagai penanda naik takhtanya Kaisar Naruhito, tampaknya menjadi penamaan masa yang tepat.

Dunia saat ini terus berubah secara dinamis dan dramatis sehingga arsitektur hubungan internasional susah ditebak, terlebih lagi di tengah menurunnya peran internasional Jepang. Sebagai sosok yang memahami sejarah dan situasi domestik Jepang, tentu Kaisar Naruhito harus mencari terobosan di tengah posisinya yang menjadi simbol. Masyarakat Jepang tentu mengharapkan kebangkitan ekonomi, sosial, dan budaya setelah lebih dari tiga dekade Jepang terperosok pada resesi ekonomi berkepanjangan. Hubungan yang lebih dekat, intensif, dan saling menguntungkan antara seorang Kaisar dan Perdana Menteri Jepang dalam koridor informal mungkin dapat menjadi tonggak kebangkitan Jepang yang baru.

Dalam konteks ini, Kaisar Naruhito dapat memberikan terobosan peran baru sebagai ambasador dunia nilai-nilai uni versal dalam rangka menciptakan dunia yang sudah seharusnya diwarnai dengan keindahan yang lebih seimbang. Dunia yang belum tentu absen dari perang atau konflik, namun diharapkan lebih pasifis memperhatikan kesejahteraan umat dan kemajuan peradaban manusia yang lebih hakiki berdasarkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bagi Jepang, tentu menjadi tantangan tersendiri sebagai salah satu negara trendsetter inovasi teknologi dan ilmu pengetahuan karena itu artinya keseimbangan dunia yang indah harus mulai dari dalam negeri mereka sendiri.

Bagi Indonesia yang memiliki hubungan sejarah yang panjang dengan Jepang hingga kini, diharapkan dapat mengapitalisasi kepemimpinan Kaisar Jepang yang baru ini dengan menjalin hubungan yang lebih dekat di tatar an kenegaraan kedua negara besar di Asia Timur dan Asia Tenggara, seperti yang pernah dilakukan Kaisar terdahulu di era 1960-an. Akhirnya, mempertimbangkan sosok pribadi kaisar dan permaisuri serta konteks modern di mana ia tumbuh serta modalitas domestik Jepang yang dimiliki, kita layak mengharapkan fajar baru di Negeri Matahari Terbit yang lebih bermakna tidak hanya bagi Jepang, tetapi juga bagi dunia.