Pasar Tradisional dan Ekonomi Kita

Kita tak menyadari bahwa dalam keseharian tidak bisa dilepaskan dari pasar. Dalam istilah ekonomi, pasar diartikan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli yang melakukan transaksi perdagangan barang dan atau jasa.

Membaca definisi pasar tersebut mungkin kita mulai sadar bahwa pada dasarnya hidup kita dikelilingi oleh pasar. Dari pengertian pasar yang tradisional, modern hingga virtual. Bahkan mungkin ada klasifikasi lain seperi pasar semi modern, pasar yang serba ada (supermarket) hingga pasar yang memperjualbelikan saham.

Daftar akan semakin panjang bila kita memasukkan nama-nama tempat, hari atau atribut lain setelah kata ‘pasar’. Sebut saja ada pasar minggu, pasar senin, pasar pagi, pasar malam, pasar  ciputat, pasar depok, pasar gembrong, pasar baru, pasar tanah abang, pasar gede, pasar kaget dan lain-lain.

Disini tidak akan dibahas secara rinci satu-persatu. Namun, tulisan singkat ini berfokus pada pasar yang digolongkan sebagai pasar tradisional. Mengapa? Pasar tradisional memiliki karakteristik keunikan tersendiri.

Pertama, secara fisik pasar ini berada reltif dekat dengan tempat tinggal kita. Biasanya di dekat tempat tinggal, perkampungan, perumahan terdapat sebuah tempat yang disebut pasar ini. Walaupun sudah menjadi jamak, banyak pengembang perumahan modern kemudian melengkapi fasilitas umumnya dengan pasar modern maupun pasar serba ada lengkap (supermarket). Jadi, dari sisi jarak dalam artian kedekatan fisik, pasar tradisional ada di sekitar kita.

Kedua, kedekatan antara penjual dan pembeli lebih terasa karena interaksi mereka yang berulang-ulang dan mendalam. Interaksi sosial yang hangat dan personal sering terjadi di pasar tradisional. Transaksi yang berulang, tawar-menawar yang dilakukan dengan ‘taktik’ tertentu agar mendapatkan harga lebih murah atau bonus lebih banyak, seringkali menciptakan ‘kedekatan’ yang maknanya tidak bisa direduksi sebagai sekedar hubungan antara penjual dan pembeli. Karena keramahtamahan penjual, tak jarang pembeli pun ‘takluk’ dengan ‘persuasi’ penjual. Yang terjadi adalah saling menguntungkan.

Bila ini terjadi dalam frekuensi yang sering, dalam waktu yang cukup panjang maka hubungan yang terjadi sudah beyond customer satisfaction and loyalty. Yang akan terjalin adalah pasar sebagai jaring pengaman sosial ekonomi rakyat bagi penjual termasuk produsen dan konsumen. Bila resesi sedang terjadi, harga-harga naik sementara kebutuhan tetap atau cenderung meningkat, dengan gaji / pendapatan yang relatif tetap, ibu-ibu rumah tangga harus memutar otak lebih keras agar tetap bisa membelanjakan sesuai kebutuhannya. Karena hubungannya yang baik, konsumen mendapatkan kemudahan-kemudahan tertentu. Misalnya, dari diskon, kemudahan pembayaran (angsur, hutang) hingga pengiriman barang ke rumah. Hal ini tentu memudahkan konsumen.

Di saat resesi / krisis, para penjual juga tahu situasi dan kondisi yang dihadapi para konsumennya: uang yang relatif terbatas. Agar terjadi transaksi, mereka harusa melakukan penyesuaikan misalnya harga. Dengan demikian, bisnis pun tetap terjadi. Ekonomi pun tetap bergulir.

Pasar tradisional dalam konteks ini bisa menjadi katup pengaman sosial ekonomi masyarakat sekaligus pilar kekuatan ekonomi yang lebih bersifat informal. Oleh karena itu, bila ingin melihat dan merasakan ekonomi Indonesia yang stabil, maju, kuat dan tahan goncangan, tidak hanya sibuk mengurusi ‘pasar-pasar modern dan sophisticated’. Tetapi fokuskan pada pasar-pasar tradisional di sekitar kita. Lakukan penataan yang baik, lingkungannya menjadi semakin bersih, transaksi pun semakin aman dan nyaman dalam suasana kekeluargaan.

Bila ingin merasakan urat nadi sejati ekonomi Indonesia, coba lah datangi dan atau berbelanja di pasar tradisional sekitar kita tinggal. Amati apa yang terjadi di sana, bagaimana suasananya, riuh rendahnya, ibu-ibu rumah tangga yang berbelanja baik sendirian maupun dengan keluarga, rasakan denyutnya dan setiap tarikan napasnya; kita akan temukan itulah hakekat pasar sebagai tempat bersilaturahmi antar umat manusia, mempertukarkan sumber daya, menguatkan ekonomi dan kohesifitas sosial hingga keintiman keluarga.