“Iran Goes Nuclear”: Problematic
Departemen Hubungan Internasional Universitas Bina Nusantara kembali menyelenggarakan Kijang Initiatives Forum (KIF) untuk ke-20 kalinya pada Jumat, 15 April 2016, pukul 16.00 – 17.00 WIB, bertempat di Kampus Syahdan Binus. Pada kesempatan ini, salah seorang Faculty Member HI Binus, Mutti Anggitta, berbagi tentang pentingnya penggunaan pilihan kata bagi para akademisi terutama saat memberikan pendapat seputar isu senjata nuklir. KIF dengan tajuk “’Iran Goes Nuclear’: Problematic” dimaksudkan untuk meluruskan kalimat-kalimat seperti ‘Iran bikin nuklir’ dan ‘Kalau Iran bikin nuklir, Saudi juga akan bikin nuklir’. Para akademisi yang berpendapat demikian seringkali tidak mempunyai pengetahuan dasar mengenai apa itu senjata nuklir dan bagaimana cara membuatnya. Oleh karena itu, KIF ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dasar tentang ilmu di balik senjata nuklir sehingga para peserta mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang isu-isu proliferasi dan keamanan.
Dalam forum ini, Mutti menjelaskan tentang material nuklir, senjata nuklir, desain senjata nuklir, efek dari senjata nuklir, dan rezim nonproliferasi nuklir. Menurut Mutti, material nuklir adalah fissile material, yaitu material yang mampu mempertahankan reaksi berantai ketika dibombardir dengan neutron (Plutonium (Pu) dan Highly Enriched Uranium (HEU)). Sementara itu, senjata nuklir adalah senjata yang memiliki daya rusak yang luar biasa yang berasal dari pelepasan energi secara tiba-tiba yang diciptakan oleh reaksi fisi/fusi nuklir mandiri.
Menurut Mutti, sesungguhnya sulit bagi negara untuk mengembangkan senjata nuklir. Negara telah mengembangkan senjata nuklir dan masih memilikinya sekarang antara lain Rusia, Amerika Serikat, Perancis, Tiongkok, Inggris, Pakistan, India, Israel, dan tidak ketinggalan juga Korea Utara. Hambatan teknis utama bagi negara-negara yang ingin mengembangkan senjata nuklir adalah akses memperoleh fissile material, teknologi persenjataan, sistem pengujian, dan sistem peluncuran.
Efek dari senjata nuklir, lanjut Mutti, akan menyebabkan konsekuensi kemanusiaan, lingkungan, dan ekonomi yang tidak terbayangkan. Sehingga, di dunia telah banyak didirikan rezim nonproliferasi nuklir, yaitu kerangka perjanjian dan organisasi internasional yang bertujuan untuk mencegah penyebaran senjata nuklir dan berkontribusi terhadap pengendalian senjata serta kemajuan agenda perlucutan senjata. Contohnya antara lain Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT), Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty (CTBT), Partial/Limited Nuclear Test Ban Treaty (PTBT/LTBT), dan seterusnya. Oleh karena itu, tidak semudah itu bagi suatu negara untuk membuat atau tidak membuat senjata nuklir. Simpulan sebaliknya adalah hal yang keliru, atau bahkan problematik.