Forum Komunikasi Mahasiswa Hubungan Internasional se-Indonesia: Pemerintah Harus Meningkatkan Kemandirian Industri Pertahanan dalam Sektor Kemaritiman
Atas: perwakilan mahasiswa/i HI Binus dalam Joint Statement Forum FKMHII, ki-ka: Floryan Akerina, Hizkia Casela, dan Audhia Firdaus.
Bawah: delegasi Joint Statement Forum FKMHII
Pada 20-22 September 2016, Forum Komunikasi Mahasiswa Hubungan Internasional se-Indonesia (FKMHII) Korwil II menyelenggarakan diskusi antarmahasiswa dengan nama Joint Statement Forum (JSF) yang bertujuan untuk memberikan rekomendasi dan ekspresi sebagai mahasiswa atas suatu isu di dalam negeri. Dalam JSF kali ini, tiga mahasiswa/i mewakili Hubungan Internasional Universitas Bina Nusantara, yaitu Audhia Firdaus, Floryan Akerina, dan Hizkia Casela.
Diskusi JSF ini mengangkat tema “Peningkatan Kemandirian Industri Pertahanan Nasional dalam Sektor Maritim”. Alasan utama tema ini diangkat adalah negara kita tidak memiliki kemampuan menghadapi ancaman dari luar karena kurangnya alat utama sistem senjata (alutsista) yang dimiliki. Indonesia tidak dapat mengandalkan produsen luar negeri untuk memenuhi kebutuhan alutsista dalam negeri karena, jika negara kita menghadapi perang atau memiliki masalah dengan negara-negara produsen tersebut, mereka dapat berhenti memasok kebutuhan alusista kita. Maka dari itu, kemandirian industri pertahanan dalam negeri sangat diperlukan untuk memperkuat pertahanan negara kita dan mendukung Tentara Nasional Indonesia (TNI) khususnya Angkatan Laut (AL) yang kurang memiliki alutsista yang ideal dalam menjaga perairan kita.
Ada banyak hal yang menghambat pemerintah kita dalam meningkatkan industri pertahanan kita. Pertama, terbatasnya pengetahuan dan teknologi membuat Indonesia tidak dapat menjamin pasar global dalam industri pertahanan yang mandiri. Kemudian, kurangnya kolaborasi dan sinergi antara pemerintah dengan pihak terkait, seperti TNI dan industri pertahanan.
Topik yang diangkat kali ini, khususnya di Indonesia, memang bersifat rahasia dan strategis, di mana hanya pemerintah dan para ahli yang ideal mendiskusikannya. Namun, kontribusi mahasiswa Hubungan Internasional juga dibutuhkan untuk memberikan pandangan lain sebagai pertimbangan pemerintah ke depannya. Rekomendasi delegasi JSF disusun dalam satu buah paper yang kurang lebih berisi:
- Delegasi JSF mendorong pemerintah untuk meningkatkan kolaborasi dan sinergi lewat KKIP (Komite Kebijakan Industri Pertahanan) dengan pihak terkait, yaitu TNI sebagai pengguna peralatan pertahanan dan industri pertahanan dalam negeri. Kemudian, delegasi JSF juga mendorong pemerintah untuk segera membentuk perencanaan jangka panjang yang jelas agar pembangunan berkelanjutan lebih terarah. Pemerintah lewat KKIP juga harus mendukung secara penuh pelaksanaan riset dan pengembangan dengan lembaga terkait, seperti LIPI, dan juga melibatkan akademisi dan para ahli dengan mengadakan diskusi ilmiah untuk mendapatkan pandangan lain dalam mengembangkan industri pertahanan.
- Delegasi JSF merekomendasikan pemerintah untuk melakukan efisiensi anggaran pertahanan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas berkolaborasi dengan aparat hukum terkait, seperti Polri, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan Kejaksaan Agung, untuk menghindari adanya kecurangan maupun penyalahgunaan anggaran yang terjadi baik di pemerintah, TNI, maupun industri pertahanan itu sendiri. Kemudian, untuk meningkatkan kemampuan industri pertahanan khususnya dalam sektor finansial, kami merekomendasikan kepada pemerintah untuk mengembangkan teknologi yang bersifat dual use, yaitu dapat digunakan baik oleh militer maupun sipil, untuk mengantisipasi saat permintaan pasar tidak terlalu tinggi, kelangsungan produksi tetap dapat berjalan untuk produk berbasis sipil. Program ini juga sebagai tambahan modal bagi industri pertahanan untuk mengembangkan teknologi yang sudah ada atau melakukan riset baru lagi.
- Delegasi JSF mendorong pemerintah untuk meningkatkan kerja sama dengan mitra luar negeri untuk mempermudah alih teknologi (Transfer of Technology; ToT) serta alih pengetahuan (Transfer of Knowledge; ToK) sehingga memperbesar kesempatan Indonesia untuk segera mengadopsi teknologi militer terkini ke dalam proses pengadaan alat serta persenjataan militer agar dapat segera menciptakan inovasi serta menguatkan dan mulai mematenkan hak cipta akan produk yang sudah dimanufaktur oleh Indonesia dari hasil ToT maupun ofset.
Tiga poin di atas adalah rangkuman dari seluruh rekomendasi delegasi JSF yang sudah disampaikan kepada presiden melalui diskusi dengan Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani. Delegasi JSF berharap pemerintah dapat mempertimbangkan rekomendasi mereka dalam usaha bersama kita mewujudkan kemandirian industri pertahanan Indonesia.