Merangkul (Kembali) Asia

Ketua Jurusan Hubungan Internasional Universitas Bina Nusantara, Prof. Tirta N. Mursitama, Ph.D, memublikasikan artikelnya berjudul “Merangkul (Kembali) Asia”. Di bawah ini adalah artikelnya.

 

Merangkul (Kembali) Asia

Kunjungan dua hari Mike Pence, wakil presiden Amerika Serikat (AS) ke Indonesia pada 20-21 April 2017, mengundang analisis menarik bagi publik Indonesia.

Kontroversi Donald Trump terus terjadi sejak kampanye pemilihan presiden AS hingga 100 hari kepemimpinannya kini. Trump bersikukuh mengedepankan isu American First yang cenderung isolasionis, berbagai kebijakan yang cenderung merugikan kaum minoritas, Islamophobia hingga penyerangan terhadap Suriah. Pemerintahan Trump tidak hanya menciptakan guncangan secara domestik, tetapi juga mengirimkan sinyal yang semakin mengkhawatirkan di ranah internasional.

Trump yang menolak berjabat tangan dengan Merkel dalam kunjungan kenegaraan. Rusia tetiba berubah menjadi tidak nyaman dengan langkah AS di Suriah. Tuduhan AS terhadap 16 negara yang mereka tengarai melakukan kecurangan perdagangan, termasuk Indonesia, menimbulkan protes. Representasi berbagai peristiwa itu menjadikan dunia semakin gaduh.

Alih-alih memperbanyak teman, AS justru menciptakan semakin banyak musuh. Dalam konteks seperti ini, Pence melakukan misi pemadam kebakaran dan berusaha meyakinkan kepada para sekutunya di Asia bahwa AS baikbaik saja. Lalu bagaimana hubungan AS dan Indonesia?

Bisnis

Sejak 2011, tren ekspor Indonesia selalu surplus terhadap AS. Surplus itu berkisar USD5,6 miliar di 2011 hingga USD7,2 miliar di 2016. Walau dari sisi jumlah ekspor ada kecenderungan menurun terus dari USD16,5 miliar di 2011 hingga USD15,3 miliar di 2016, namun rata-rata surplus Indonesia adalah setengah dari perdagangannya dengan AS. Dari sejumlah perdagangan itu, kontribusi utama dipegang oleh sektor nonmigas.

Sektor ini berkontribusi sekitar 11% dari keseluruhan ekspor nonmigas Indonesia ke seluruh dunia. Sementara itu, proporsi impor AS bagi Indonesia hanya memainkan peran sebesar 6,2% dari total impor Indonesia, sedangkan bila dilihat dari sektor ekspor utama Indonesia ke AS terdiri dari tekstil, komoditas hasil laut, dan alas kaki. Ditambah lagi ekspor mineral yang besar. Sementara dari AS, Indonesia membeli peralatan pesawat dan kedelai.

Bisa dibayangkan seberapa besar dan seberapa sering Indonesia membeli peralatan pesawat terbang. Bila analisis ini benar, dengan komposisi seperti ini, AS merasakan defisit sudah merupakan hal yang bisa diprediksikan. Hal ini yang mungkin menyebabkan AS memasukkan Indonesia dalam trade hit list mereka. Sisi bisnis yang lain tentu kasus Freeport McMoran.

Dengan kekayaan emas dan tembaga terbesar di dunia yang dimiliki Indonesia di Papua, Indonesia menginginkan manfaat yang lebih adil. Di sisi lain, tidak bisa tidak AS berupaya meredam meningkatnya sentimen nasionalisme anti asing termasuk meningkatnya ketidaksukaan terhadap AS. Kehadiran Pence, walaupun tidak secara kasatmata dan terdengar publik, membicarakan persoalan Freeport, namun AS mengirimkan pesan bahwa negara hadir dalam membantu bisnis AS di Indonesia.

AS ingin memastikan bisnis Freeport aman. Sinyal ini yang harus ditangkap Indonesia. Dalam konteks yang lebih luas, kehadiran Pence ini juga ditujukan untuk meneguhkan keberadaan AS di tengah kecenderungan Indonesia ke China. AS pasti mengharapkan sinyal ini akan memiliki implikasi di Asia Tenggara bahkan Asia.

Strategis

Selain aspek bisnis, di antara berbagai kepentingan strategis AS di Asia, khususnya di Indonesia, sangat terkait dunia Islam (Islamophobia, terorisme, pluralisme) yang paling mengemuka. Kunjungan Pence ke Masjid Istiqlal dan pertemuan tertutup dengan para pemuka agama Islam membuktikan itu. Pence melihat dan merasakan sendiri bagaimana posisi Indonesia sebagai salah satu negara muslim terbesar yang moderat.

Sejauh ini Indonesia berhasil meredam konflik dan mengelola berbagai perbedaan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia dan demokrasi termasuk isu menguatkan radikalisme Islam belakangan ini. Hal ini paling tidak akan memberikan gambaran riil bahwa ada fakta lain atau interpretasi lain atas Islam di dunia ini. Bukan Islam sebagai ancaman karena penuh dengan kekerasan dan radikalisme, tetapi Islam yang mampu hidup berdampingan dengan damai dengan pemeluk agama lain.

Tentu pesan penting ini perlu disampaikan kepada Trump dan publik AS. Tur Asia yang dilakukan Pence ini menepis anggapan bahwa AS akan meninggalkan Asia. Baik Asia Timur maupun Tenggara (ASEAN) masih penting bagi AS. Terlihat mulai tampak ambiguitas antara apa yang menjadi retorika selama kampanye kepresidenan AS dan realitas ekonomi politik internasional. Trump harus melakukan kompromi. Komitmen Trump yang akan hadir dalam tiga pertemuan penting KTT AS-ASEAN, KTT ASEAN, dan East Asia Summit pada November nanti harus dilihat dalam kerangka upaya merangkul (kembali) Asia.

Oleh karena itu, Indonesia sebagai natural leader di ASEAN bisa tetap mendorong AS menghormati kawasan ini sebagai kawasan yang damai sehingga menghindarkan konflik terbuka di Semenanjung Korea maupun di Laut China Selatan. Bagaimana pun juga kunjungan Mike Pence ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh Presiden Jokowi.

Kesepakatan membentuk misi bersama untuk membahas kerja sama ekonomi perdagangan yang lebih substansial dengan pendekatan yang saling menguntungkan, perlu didorong sebaik mungkin. Tim ini harus bersifat inklusif dengan melibatkan para pemangku kepentingan seluas mungkin. Para pembuat kebijakan dari kementerian/ lembaga terkait, para pelaku bisnis, asosiasi, pers, dan kalangan akademisi yang menekuni isu ini dan memiliki pemahaman baik terhadap para major powers dan regional powers di kawasan Asia.

Karena aspek bisnis tidak pernah lepas dari aspek geostrategi, tim ini harus melintasi berbagai kepentingan dan keahlian. Tim tersebut dapat dibentuk, bekerja dengan baik dan didukung penuh langsung oleh presiden, maka keris diplomasi bisnis internasional Jokowi semakin nyata kekuatan dan kesaktiannya. (*)

Kepala Departemen Hubungan Internasional BINUS University, Analis Senior Kenta Institute

sumber: http://koran-sindo.com/news.php?r=1&n=0&date=2017-04-25