Dosen HI Binus Menjadi Moderator Diskusi Publik Pengembangan Industri Strategis
Pada 9 November 2017, The Habibie Center menyelenggarakan Diskusi Publik bertema “Pengembangan Industri Strategis: Membangun Ekonomi Berbasis Teknologi” dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) The Habibie Center ke-18 di Hotel Le Meridien Jakarta. Yayasan yang bergerak di bidang modernisasi dan demokratisasi tersebut didirikan pada 10 November 1998 oleh Prof. Dr.-Ing. H. B. J. Habibie, Presiden Republik Indonesia ke-3. Peringatan HUT The Habibie Center itu mengambil tema besar “Penguatan Demokrasi dan IPTEK Menuju kemakmuran Bangsa” serta dimeriahkan dengan serangkaian acara terdiri dari tiga rangkaian kegiatan seminar nasional dan diskusi publik.
Diskusi publik ini menghadirkan para pakar, di antaranya Jusman Syafii Djamal (Menteri Perhubungan (Menhub) 2007-2009), Budiman Saleh (Direktur Utama PT PAL Indonesia), Agung Nugroho (Presiden Direktur PT Regio Aviasi Industri), dan Liana Trisnawati (Sekretaris Jenderal Asosiasi Badan Usaha Pelabuhan Indonesia). Selain itu, diskusi ini mengundang Curie Maharani Savitri, salah seorang dosen Departemen Hubungan Internasional Universitas Bina Nusantara yang juga merupakan anggota Kelompok Kerja Industri Strategis dan Teknologi Tinggi dalam Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN).
Dalam diskusi itu, Jusman Syafii Djamal mempresentasikan tentang industri strategis sebagai unit evolusi yang dipercepat dan motor pertumbuhan ekonomi. Menurut beliau, terdapat fenomena “dual economy” di mana ekonomi tradisional dengan pertumbuhan yang lebih rendah (linier) beriringan dengan ekonomi modern dengan pertumbuhan yang lebih tinggi (eksponensial). Akuisisi teknologi juga mengalami perubahan dalam paradigma: sebelum 1970 terjadi Revolusi Industri yang mendorong berkembangnya teknologi industri tekstil, kereta api, dan pesawat. Sementara itu, setelah 1970 terjadi evoluti Teknologi Informatika (TI) yang mendorong berkembangnya teknologi komputer, distributed intelligence, dan nanotech. Akuisisi teknologi maju mendorong berkembangnya rantai nilai dan rantai suplai berjejaring secara global. Oleh karena itu, teknologi memiliki posisi strategis sebagai motor pertumbuhan ekonomi, serta diperlukan pemikiran strategis dalam bentuk strategi berbasis teknologi yang berjalan bersamaan dengan kebijakan desentralisasi dan pemberdayaan sumber daya manusia.
Menurut Jusman, masalah utama Indonesia dalam pengembangan industri strategis adalah adanya ketimpangan geografi, yang terlihat dari dinamika indeks Gini Indonesia pada 1980-2014. Indonesia membutuhkan kebijakan akusisi teknologi yang dapat merespons masalah ini. Jika ini berhasil, terdapat tiga skenario industri strategis Indonesia: (1) skenario industri strategis sebagai wahana transformasi dan penguasaan teknologi maju untuk pembangkit kekayaan dan ketahanan nasional (leading edge approach to create human capital); (2) skenario industri strategis sebagai pembangkit kemandirian teknologi untuk “basic needs” (to attack problem of inequality and problem of food, energy, and water security); dan (3) skenario industri strategis sebagai wahana transformasi ke arah low carbon society (adaptation and mitigation to climate change).
Pembicara kedua, Budiman Saleh, mempresentasikan tentang penguasaan teknologi melalui program transformasi teknologi yang dilakukan PT PAL. Menggunakan pendekatan penguasaan teknologi “berawal di akhir, berakhir di awal”, PT PAL awalnya mengintroduksi teknologi dengan menggunakan desain dari mitra dan proses alih teknologi. Contohnya, dalam pengembangan kapal patroli FPB-57 yang awalnya dibuat oleh Lürssen, Jerman, kemudian dilisensi oleh PT PAL. Fase berikutnya, PT PAL memodifikasi desain. Contohnya, dari desain kapal patroli FPB-57 kemudian dikembangkan menjadi kombatan FPB-57. Fase selanjutnya, PT PAL mengembangkan desain baru. Contohnya, dari kombatan FPB-57 ditambahkan varian persenjataan pada sistem rudal dan sistem antideteksi radar (stealth) menjadi kapal cepat rudal kelas 60 m (KCR-60). Terakhir, PT PAL melakukan penelitian industri mendasar untuk pengembangan desain ke depan. Contohnya, dari KCR-60 dikembangkan untuk menjadi kapal fregat.
Dalam rantai suplai industri pertahanan Indonesia, PT PAL merupakan salah satu industri alat utama dalam puncak tier industri, yaitu lead integrator atau pemadu utama alutsista matra laut, khususnya kapal kombatan. Sebagai lead integrator, PT PAL melakukan berbagai kolaborasi industri baik dengan mitra strategis global maupun sinergi dengan BUMN, di tingkat industri komponen utama/platform, industri komponen dan/atau pendukung, serta industri bahan baku. Kolaborasi industri ini memiliki implikasi baik di bidang pertahanan keamanan, teknologi, SDM, bisnis, maupun terhadap negara. Akan tetapi, menurut Budiman, masih terdapat tantangan dalam pengembangan kapal kombatan tersebut, seperti teknologi yang belum dikuasai.
Pembicara ketiga, Agung Nugroho, mempresentasikan tentang industri strategis kerja sama BUMN-BUMNS, dengan studi kasus program pesawat R80. Kerja sama tersebut penting untuk mencapai kemandirian dari inovasi nilai tambah. Sebagai negara maritim terbesar, Indonesia perlu mengembangan teknologi penerbangan. Program R80 yang didanai swasta dan didukung pemerintah diharapkan memberi efek multiplier terhadap rantai suplai pesawa nasional dan industri derivatif/satelit. Program ini terdiri dari tiga fase: (1) fase desain awal dan feasibilitas pada 2013-2016 yang telah selesai dikerjakan oleh swasta, (2) fase pengembangan berskala penuh pada 2017-2025 yang akan membutuhkan investor strategis, dan (3) fase produksi, penjualan, dan support pada 2023-selesai yang akan dilakukan melalui initial public offering (IPO). Program ini memiliki stakeholder yang luas dan diharapkan dapat mendorong kerja sama vendor dengan mitra Indonesia.
Terakhir, Liana Trisnawati mempresentasikan tentang reformasi penyelenggaraan pelabuhan laut.