FGD Balitbang Kemhan “Peningkatan Pembinaan Teritorial TNI Dalam Menghadapi Ancaman Nonmiliter”
Pada hari Rabu 7 Maret 2018, Balai Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemhan yang berlokasi di Pondok Labu Jakarta Selatan mengadakan focus group discussion (FGD) bertajuk “Peningkatan Pembinaan Teritorial TNI Dalam Menghadapi Ancaman Nonmiliter”. Acara diskusi bertujuan untuk memberi masukan kelompok kerja (pokja) TNI atas kebijakan pembinaan teritorial yang sudah dilakukan sejauh ini. Hadir selaku penanggap dari sektor sipil adalah Sukmawani Bela Pertiwi dan Ganesh Aji Wicaksono dari Prodi Hubungan Internasional, Fakultas Humaniora Universitas Bina Nusantara.
Paparan inti yang dikemukakan Kol. (Inf) FX Giyono selaku ketua pokja merujuk pada globalisasi yang menimbulkan ancaman terhadap ketahanan nasional dalam konteks nonmiliter. Menyikapi hal ini, pembinaan teritorial dianggap sebagai cara TNI untuk menjalankan fungsi teritorialnya, terutama bila dikaitkan dengan kebutuhan intelijen dan ketersediaan infrastruktur masyarakat. Tanggapan pertama diberikan oleh perwakilan Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan Kementerian Pertahanan (Strahan Kemhan) mengenai pertimbangan doktrin dan kebijakan pertahanan untuk daerah dalam menghadapi isu keamanan nonkonvensional. Tanggapan selanjutnya diberikan dari direktorat potensi matra (TNI AD, TNI AU, dan TNI AL) selaku pihak pelaksana di lapangan. Tanggapan ini terutama berupa narasi mengenai kesuksesan pembinaan teritorial dalam bentuk pembangunan daerah dan infrastruktur, perbedaan ruang gerak matra dan bentuk pembinaan terkait, serta pernyataan perlunya Angkatan Udara dan Angkatan Laut belajar dari Angkatan Darat dalam melaksanaan fungsi teritorial.
Adapun tanggapan yang diberikan perwakilan Universitas Bina Nusantara merujuk pada dokumen pembinaan teritorial dan konteks profesionalisme militer di Indonesia. Menyorot UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, ibu Bela Pertiwi mengutarakan bahwa sebaiknya ada pengkategorian mengenai operasi militer selain perang yang lebih jelas untuk memberi kesan bahwa TNI tidak akan melakukan intervensi di ranah pembangunan sipil. Pengkategorian ini juga dinilai penting supaya TNI tidak harus mengorbankan kompetensinya yang utama (pertahanan luar). Dengan demikian, disarankan bahwa fungsi pembinaan teritorial TNI lebih difokuskan ke pemenuhan kebutuhan intelijen untuk keamanan publik.
Ganesh Aji Wicaksono
Dosen Hubungan Internasional – Binus University