Pesan Akademisi kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 2019-2024 di Hari Guru 2019
Nadiem Anwar Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pilihan Presiden Jokowi untuk Periode 2019-2024 memiliki banyak masalah di bidang pendidikan yang harus ia kuasai. Akademisi Hubungan Internasional Universitas Bina Nusantara (Binus), Aditya Permana mengatakan dunia pendidikan bukan soal mencetak tenaga kerja siap pakai untuk melayani permintaan (neo) liberalisasi yang kian jelas terpampang. Melainkan kata Adit juga merawat jiwa dan akhlak manusia Indonesia.
“Pendidikan bukan sekedar menciptakan tenaga kerja, tapi menciptakan manusia seutuhnya, lengkap dari akhlak hingga kompetensi teknis. Sesuai proyeksi Revolusi Industri 4.0 yang membutuhkan tenaga kerja di pos-pos spesifik, pendidikan yang semata-mata berorientasi ke penciptaan tenaga kerja berpotensi semakin merusak kohesi sosial, relasi, dan ikatan-ikatan sosial yang ada karena akan ada kesenjangan yang lebar antara kaum milenial yang digital savvy dan mereka yang masih kesulitan mengakses ICT,” papar Adit kepada Indopolitika.com.
Adit menambahkan banyak pokok persoalan yang menghantui dunia pendidikan Indonesia. Dengan demikian Nadiem ditantang untuk menyelesaikan masalah-masalah laten dalam dunia pendidikan sekaligus dunia sosial yang berpotensi mendorong disintegrasi bangsa.
“Nadiem juga perlu menyelesaikan masalah-masalah dalam Unicorn-nya, terutama masalah kapitalisasi dan eksploitasi sesama dengan dalih “mitra”, dan menciptakan ekosistem kerja yang lebih berpihak pada kaum akar rumput tanpa berbuih-buih membungkus sistem kerjanya dengan neologi-neologi yang menyembunyikan relasi kuasa yang timpang,” ujar Adit.
Dalam hal ini kata dia, Nadiem jangan tergoda menciptakan kementerian berbasis logika gamifikasi sebagaimana ia terapkan di Unicorn-nya, sebab manusia bukan karakter atau avatar game.Di satu sisi, kata Adit, jabatan menteri adalah jabatan politis yang siapapun bisa dipilih oleh presiden untuk mengisinya. Tentunya ketika memilih seseorang untuk ditempatkan dalam posisi itu, Presiden Jokowi sudah punya pertimbangan yang matang.
“Misalnya dulu Susi Pudjiastuti, dan sekarang salah satunya Nadiem Anwar Makariem,” Adit mencontohkan.
Lanjut Adit, jika dilihat dari latar belakang Nadiem sebagai pendiri startup ride hailing Gojek dan dengan usia yang masih terbilang sangat muda (35 tahun), Nadiem dinilai kurang tepat untuk ditempatkan di posisi Menteri Pendidikan. Masyarakat menilai Nadiem belum memiliki jam terbang dan pengalaman yang memadai di dunia pendidikan.
“Dilihat dari latar belakangnya, Nadiem memang jago di bidang digital dan ekonomi kreatif, tapi kurang memadai di bidang pendidikan tinggi, dan juga bidang Dikdas maupun Dikmen, karena diplot pada pos Mendikbud,” jelas Adit.
Adit menjelaskan bahwa masalah bidang Pendidikan Tinggi (Dikti) sangat kompleks karena berfungsi sebagai wadah untuk menyiapkan generasi 2045 mendatang.
“Mengurusi bidang pendidikan, pengajaran, riset, pengabdian kepada masyarakat, beserta faktor pendukungnya, pokoknya kompleks,” tutup Adit.
Terpilihnya Nadiem adalah hak prerogratif Presiden. Tentunya ada penilaian lain yang dilihat oleh presiden dari seorang Nadiem Anwar Makarim. Kini harapan itu datang dari para akademisi kepada sosok Nadiem. Mereka berharap Nadiem bisa membawa institusi Pendidikan Dasar (Dikdas), Pendidikan Menengah (Dikmen) dan Pendidikan Perguruan Tinggi (Dikti) khususnya menjadi institusi yang kredibel.
Artikel asli dapat dibaca di sini.