Climate Change with a Chance of Uncertainty: ASEAN, Indonesia, and Decarbonization
Pada tanggal 23 Juli 2022, FPCI Chapter BINUS University mengadakan Open Foreign Policy Discussion (FPD) yang terbuka untuk umum melalui platform Zoom. Open FPD kali ini mengangkat tema perubahan iklim dengan judul “Climate Change with a Chance of Uncertainty: ASEAN, Indonesia, and Decarbonization”. Dengan pembicara Beni Suryadi, Manager Power, Fossil Fuel, Alternative Energy, and Storage di ASEAN Center for Energy, dan Muhammad Ery Wijaya, Senior Analyst dari Climate Policy Initiative (CPI). Sesi diskusi acara dimoderatori oleh Elisabeth Ermuliana Kembaren, selaku dosen Hubungan Internasional Universitas Bina Nusantara.
Presentasi dimulai oleh Bapak Beni Suryadi yang membahas tentang peran Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) dalam upaya dekarbonisasi. Kerangka utama dekarbonisasi ASEAN berada dalam lingkup ASEAN Center of Energy (ACE). Organisasi ini merupakan forum bagi seluruh negara anggota ASEAN untuk membahas dan menyusun kebijakan terkait perubahan iklim, khususnya di bidang energi. Sampai saat ini negara-negara anggota ASEAN yang sebagian besar terdiri dari negara-negara berkembang masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil sebesar 80% dari total energi yang dihasilkan di kawasan tersebut. ASEAN telah berusaha untuk mempercepat peralihan negara-negara anggota ke penggunaan energi yang lebih terbarukan dan berkelanjutan sejak tahun 2020, meskipun praktik tersebut belum tersebar secara merata.
Bapak Ery Wijaya kemudian melanjutkan pemaparannya mengenai Paris Agreement dan pembiayaan iklim di Indonesia. Beberapa syarat dari Paris Agreement dan Indonesia’s Nationally Determined Contribution (NDCs) menetapkan bahwa penggunaan energi Indonesia perlu memanfaatkan sumber daya energi yang lebih berkelanjutan. Dengan target yang telah ditetapkan, CPI memperkirakan Indonesia membutuhkan dana dan investasi yang cukup besar sekitar USD 16,1 miliar. Sebagai penghasil dana yang lebih besar dari pemerintah, pihak swasta diharapkan berperan lebih aktif dalam mencapai target tersebut.
Dalam penutupnya, Bapak Suryadi berharap acara ini dapat menjadi acuan bagi para hadirin mengenai realita permasalahan energi di tingkat ASEAN. Sebagai negara yang berpotensi menjadi negara maju, Indonesia masih perlu menentukan langkah-langkah yang komprehensif agar tidak terombang-ambing oleh kepentingan negara maju. Pak Wijaya juga menjelaskan bahwa transisi energi bukanlah sesuatu yang murah dan dapat dilakukan dalam waktu singkat. Dibutuhkan banyak usaha dan investasi dari aktor lain. Upaya dekarbonisasi tidak hanya harus dilakukan oleh pemerintah, tetapi masyarakat juga perlu mendukung tindakan dan fasilitas yang telah disediakan.
Indonesia menjadi salah satu negara yang mengutamakan upaya dekarbonisasi dengan perkembangan kondisi di tingkat internasional. Dengan target yang telah ditentukan, diperlukan investasi yang cukup besar untuk bertransisi ke “Indonesia yang lebih berkelanjutan”. Pemerintah terus bekerja sama dengan pihak terkait untuk membuat kebijakan dan kesepakatan yang lebih ramah lingkungan. Masyarakat juga perlu mengelilingi dirinya dengan kegiatan dan hal-hal lain yang lebih berkelanjutan. Adanya kerjasama antara masyarakat, pemerintah, dan pihak terkait lainnya tentu akan membantu pencapaian target lebih cepat.