Diplomat Kemlu Memberikan Kuliah Tamu tentang Kebijakan Luar Negeri Indonesia
Pada Jumat, 3 Januari 2025, Antony Mula, Diplomat/Foreign Service Officer Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI), mengisi kuliah tamu bertema “Indonesian Foreign Policy” di program studi Hubungan Internasional Universitas Bina Nusantara (HI Binus). Kuliah tamu ini diselenggarakan dalam rangka program Global Learning System (GLS) Binus, yaitu sistem pembelajaran yang diterapkan oleh Binus yang memiliki fokus melibatkan mitra dari industri atau universitas di dalam dan luar negeri untuk meningkatkan proses pembelajaran mahasiswa.
Bapak Antony memulai kuliah tamu dengan membahas konsep-konsep terkait kebijakan luar negeri, yaitu kepentingan nasional, aset/kapabilitas, dan aktor. Kepentingan nasional dapat mencakup kesejahteraan, memproyeksikan nilai-nilai, keamanan, dan bertahan hidup. Aktor kebijakan luar negeri dapat mencakup pemimpin negara dan lingkaran dalamnya, kementerian/lembaga, termasuk kementerian luar negeri, militer, dan kelompok-kelompok kepentingan. Sementara itu, aset/kapabilitas dapat mencakup militer, ekonomi, geografi, perwakilan di luar negeri, dan diaspora.
Kemudian, Bapak Antony membahas kebijakan luar negeri Indonesia dari masa ke masa. Pada masa perjuangan kemerdekaan (1945-1949), kebijakan luar negeri Indonesia ditujukan untuk mendapat dukungan dan pengakuan internasional atas kemerdekaan. Pada era Soekarno (1950-1965), kebijakan luar negeri Indonesia ditujukan untuk mencapai persatuan bangsa dan integritas teritorial, solidaritas antarbangsa yang baru merdeka, dan kepemimpinan global. Pada masa ini, Indonesia menyelenggarakan Konferensi Bandung (1955), Deklarasi Djuanda (1957), Konferensi Gerakan Nonblok (GNB) (1961), operasi pembebasan Irian Barat (1963), dan konfrontasi dengan Malaysia (1964). Pada era Orde Baru Soeharto (1966-1998), kebijakan luar negeri Indonesia ditujukan untuk mencapai pemulihan dan pembangunan ekonomi, persatuan bangsa dan integritas teritorial, dan stabilitas regional. Pada masa ini, Indonesia mencetuskan pembentukan ASEAN (1967) dan operasi integrasi Timor-Timur (1976).
Pasca-Orde Baru, yaitu Kepresidenan B. J. Habibie, Gus Dur, Megawati Soekarnoputri, hingga Susilo Bambang Yudhoyono, kebijakan luar negeri Indonesia ditujukan untuk mencapai pemulihan ekonomi, persatuan dan keutuhan wilayah negara, pemeliharaan dan pemantapan demokrasi, dan penanggulangan terorisme. Pada masa ini, terjadi berpisahnya Timor Leste (1999), Perang Global Melawan Teror (2001), pembentukan Komunitas ASEAN (2003) dan East Asia Summit (EAS) (2005), dan Perjanjian Damai Aceh (2005). Kemudian, pada era Joko Widodo (2014-2024), kebijakan luar negeri Indonesia ditujukan untuk membangun infrastruktur, industri hilir, perdagangan dan investasi, serta perlindungan warga negara. Pada masa ini, Indonesia mencetuskan ASEAN Outlook on the Indo-Pacific (AOIP) (2019) dan Pacific Elevation Vision (2019).
Terakhir, Bapak Antony mengajak mahasiswa untuk mendiskusikan kebijakan luar negeri Indonesia pada era Prabowo Subianto. Apa kepentingan nasional Indonesia pada era Prabowo? Siapa saja aktor kebijakan luar negeri tersebut? Apa saja aset/kemampuan yang dimiliki oleh Indonesia untuk mengimplementasikan kebijakan luar negerinya?