Belajar Membangun Kerja Sama Global Melalui B-Kelana: Cerita Amelia Rizkita Di Banyuwangi
Beberapa pertimbangan yang Amelia Rizkita cari mengenai Indonesia Mengajar melalui B-Kelana yang merupakan program dari Faculty of Humanities BINUS dan Teach For Indonesia berkolaborasi dengan Indonesia Mengajar di bawah program Enrichment Comdev atau Community Impact Internship.
Amel ingin tahu apakah pendidikan di Indonesia sudah merata di wilayah pusat hingga daerah 3T. Adakah faktor lain yang membuat pendidikan Indonesia ini tersebar tidak merata? Dengan alasan ini, Amel mengikuti program B-Kelana ini untuk turun langsung ke masyarakat dan ikut merasakan secara nyata perbedaan penyebaran pendidikan di Indonesia.
Amel memilih untuk mengambil penempatan di Banyuwangi, tepatnya di Desa Rejoagung, Kecamatan Srono, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Kegiatan ini berlangsung pada tanggal 27 April hingga 7 Mei 2025.
Terjun Langsung Ke Masyarakat dan Mempelajari Budaya Lokal
Selama dua minggu penuh, Amel dan 6 relawan yang berasal dari Faculty of Humanities melakukan banyak kegiatan bersama masyarakat, seperti mengunjungi UMKM yang ada di Desa Rejoagung, kemudian survey terkait wisata yang berpotensial yakni rafting. Lalu, ada penyuluhan ke Sekolah Dasar dan memberikan pembelajaran mengenai bullying.
Selain itu, mereka memberikan ilmu ke masyarakat Desa Rejoagung untuk mempromosikan budaya dan wisata mereka ke jangkauan yang lebih besar lagi agar perputaran ekonomi bisa dirasakan oleh masyarakat Desa Rejoagung. In this economy, hal yang berpotensi viral di dunia maya akan menarik masyarakat umum untuk mengunjungi tempat tersebut karena Desa Rejoagung dekat dengan Kawah Ijen.
Kilas Balik Desa Rejoagung Dari Sudut Pandang Amel
Setelah kembali ke Jakarta, ada evaluasi yang diberikan kepada Amel dan teman-temannya, lalu mereka membuat program kerja untuk membuat sosial media (Instagram dan Tiktok) untuk mempromosikan apa yang didapatkan oleh Amel dan teman-temannya mengenai Desa Rejoagung.
Output yang dapat Amel dapatkan selama kegiatan ini Amel bisa adaptasi dengan cepat yang di mana Amel dan tim memiliki latar belakang yang berbeda dengan warga Desa Rejoagung.
“Selama aku di Desa Rejoagung, aku mengalami kesulitan berkomunikasi dengan masyarakat desanya, karena mereka pakai bahasa Jawa, untungnya mereka ngerti sih kalau aku ngomong bahasa Indonesia.” Ujar Amel, ketika ditanya kendala yang Amel alami selama 2 minggu di Desa Rejoagung.
Namun, beruntungnya masyarakat di Desa Rejoagung bisa memanfaatkan teknologi dengan baik, walaupun kebanyakan di Gen Z di Desa Rejoagung menggunakan teknologi tersebut untuk bermain gim, Amel dan tim mengarahkan mereka untuk bisa mempromosikan budaya mereka agar dapat membuka peluang baru yang bisa dirasakan masyarakat di Desa Rejoagung.
Ditulis oleh: Nurhidayati Amalia



Comments :