Jakarta, 9 Februari 2025 — Salah satu dosen program studi Hubungan Internasional Universitas Bina Nusantara (HI BINUS), Dr. O.K. Mohammad Fajar Ikhsan, menjadi narasumber dalam program AWANI Global untuk membahas kebijakan tarif terbaru Amerika Serikat (AS) di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump. Dalam wawancara tersebut, Dr. Ikhsan menguraikan dampak perang dagang AS dan kebijakan proteksionismenya terhadap ekonomi global, termasuk pengaruhnya bagi kawasan ASEAN.

Latar Belakang Perang Dagang AS

Presiden Trump kembali menerapkan tarif tinggi terhadap barang impor dari Kanada dan Meksiko sebesar 25%, serta menambahkan tarif 15% terhadap produk asal Tiongkok. Langkah ini langsung direspons oleh pemerintah Tiongkok melalui kebijakan balasan.

Menurut Dr. Ikhsan, kebijakan proteksionisme ini berpotensi menghambat perdagangan internasional dan memperlambat pertumbuhan ekonomi global. “Langkah AS menghidupkan kembali pendekatan lama yang pernah diterapkan pada abad ke-19, kini dikemas dengan narasi America First,” ujarnya.

Proteksionisme AS: Strategi Lama dalam Kemasan Baru

Dr. Ikhsan menegaskan bahwa proteksionisme bukan hal baru bagi AS. Pada abad ke-18 hingga ke-19, negara tersebut pernah menerapkan tarif hingga 57%. Namun, sejak pertengahan abad ke-20, AS beralih ke sistem ekonomi terbuka.

Kebijakan Trump dianggap sebagai usaha untuk melindungi industri domestik, dengan alasan keamanan nasional, lapangan kerja, dan imigrasi. Meski demikian, strategi ini juga menciptakan ketegangan ekonomi global.

Dampak Terhadap Ekonomi dan Pasar Keuangan Dunia

Dr. Ikhsan menjelaskan bahwa kebijakan tarif AS menyebabkan:

  • Kenaikan inflasi global akibat lonjakan harga impor.

  • Peningkatan biaya produksi di sektor industri AS.

  • Penurunan daya beli masyarakat.

  • Tindakan balasan dari negara lain yang memperburuk iklim perdagangan.

Indeks saham dunia juga mengalami penurunan, sementara mata uang seperti Yuan, Dolar Kanada, dan Peso Meksiko melemah. Bahkan pasar kripto, termasuk Bitcoin, turun sekitar 3%. Jika kebijakan ini berlanjut, risiko resesi global semakin besar.

ASEAN di Tengah Gejolak Perang Dagang

Dalam wawancara bersama AWANI Global, Dr. Ikhsan menyoroti dampak perang dagang AS terhadap ASEAN, khususnya sektor elektronik dan otomotif yang sangat bergantung pada rantai pasokan global.

Namun, di balik tantangan tersebut, terdapat peluang bagi Asia Tenggara untuk menarik investasi baru dari perusahaan yang ingin menghindari tarif tinggi di Tiongkok. Ia menekankan bahwa ASEAN perlu memperkuat kerja sama regional untuk meningkatkan daya saing dan ketahanan ekonomi kawasan.


Kebijakan The Fed dan Dominasi Dolar

Trump juga diketahui menekan Federal Reserve (The Fed) untuk menurunkan suku bunga demi mempercepat pertumbuhan ekonomi domestik. Langkah ini berdampak langsung pada pasar keuangan global karena dominasi Dolar AS masih sangat kuat.

Menurut Dr. Ikhsan, negara-negara berkembang kini mulai mencari alternatif mata uang perdagangan guna mengurangi ketergantungan terhadap Dolar, termasuk inisiatif dari kelompok BRICS.


Hubungan AS dengan Uni Eropa dan BRICS

Selain China, AS juga mengancam negara-negara Uni Eropa (UE) dan anggota BRICS dengan sanksi ekonomi apabila mereka mengurangi penggunaan Dolar dalam transaksi internasional.

Dr. Ikhsan menilai bahwa negara-negara berkembang perlu memperkuat kemandirian ekonomi dan membangun pusat perdagangan alternatif agar tidak sepenuhnya bergantung pada sistem finansial AS.


Kesimpulan dan Prospek ke Depan

Dr. Ikhsan menutup wawancara dengan tiga poin utama:

  1. Kebijakan tarif AS dapat memicu ketidakstabilan ekonomi global.

  2. ASEAN memiliki peluang menarik investasi baru dan memperkuat perdagangan intra-kawasan.

  3. Negara berkembang perlu beradaptasi dengan diversifikasi mata uang dan strategi ekonomi alternatif.

Wawancara ini menegaskan pentingnya peran akademisi dalam memberikan wawasan strategis tentang perang dagang AS dan dampaknya terhadap tatanan ekonomi dunia.

Sumber: Wawancara eksklusif AWANI Global dengan Dr. O.K. Mohammad Fajar Ikhsan, Dosen Hubungan Internasional Universitas Bina Nusantara, 9 Februari 2025. https://www.youtube.com/live/k-R30ntot2E?si=GSf3voqMTnyrxx08