Memaknai Sunnylands Declaration
KONFERENSI Tingkat Tinggi (KTT) antara Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama dan para pemimpin asosiasi negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) telah berlangsung 15-16 Februari 2016. KTT tersebut menghasilkan Pernyataan Bersama (joint statement) yang bertajuk Sunnyland Declarations, tempat acara bersejarah itu berlangsung. Ada dua alasan KTT ini dinilai bersejarah dan strategis. Pertama, KTT AS-ASEAN ini untuk pertama kalinya diselenggarakan di Amerika Serikat dan dihadiri seluruh negara anggota ASEAN sebagai sebuah kesatuan. Kedua, dari sisi substansi Pernyataan Bersama yang berisi 17 butir ini pada dasarnya merupakan upaya peneguhan komitmen AS merangkul negara anggota ASEAN lebih erat.
Ambisi AS
KTT AS-ASEAN ini menjadi kado manis bagi Obama dalam mengakhiri dua periode kepemimpinannya menakhodai AS, negara adikuasa yang sering disebut sebagai negara terkuat di dunia saat ini. Selama masa kepemimpinan Obama inilah hubungan antara AS dan ASEAN mencapai salah satu masa keemasan sepanjang sejarah hubungan AS dan ASEAN. AS dan ASEAN berhasil meningkatkan status hubungan di antara mereka dalam kerangka kemitraan strategis (strategic partnership). Perhatian AS terhadap ASEAN juga sangat besar.
Presiden Obama selalu berusaha hadir dalam KTT AS-ASEAN dan pertemuan East Asia Forum. Selain itu, para menteri luar negerinya pun rajin berkunjung ke negara anggota ASEAN. Dari aspek diplomasi dalam hubungan internasional, hal ini dapat dimaknai sebagai perwujudan ambisi AS yang besar dengan tetap menganggap penting kawasan Asia Tenggara di tengah upaya AS melakukan konsolidasi kekuatan ekonomi dan politik domestiknya yang sedang menurun, sedangkan di sisi yang lain, pengaruh Tiongkok sudah semakin nyata dalam berbagai isu, sektor, dan geografis.
Beberapa sepak terjang Tiongkok tidak bisa dilihat sebelah mata lagi. Misalnya, eskalasi kegiatan Tiongkok di Laut China Selatan, perburuan sumber daya energi di berbagai belahan dunia, seperti Asia Tengah, Eropa Timur, dan Afrika untuk meningkatkan cadangan strategis energinya dan upaya pembentukan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) merupakan upaya membentuk norma-norma atau rejim dalam tata kelola dunia internasional.
Bila dilihat lebih dalam 17 butir Sunnylands Declaration sebenarnya merupakan upaya AS untuk meyakinkan dirinya sendiri. AS merangkul ASEAN untuk emberikan rasa tenang kepada diri sendiri bahwa mereka masih memiliki partner yang loyal dan dapat diandalkan di Asia Tenggara menghadapi pengaruh Tiongkok. Kalaupun tidak bisa memengaruhi secara penuh untuk membela kepentingan AS di kawasan ini, paling tidak negara ASEAN tidak secara frontal melawan kepentingan AS.
Secara jelas, pernyataan-pernyataan di dalam deklarasi menyebutkan upaya menjamin posisi AS tetap aman dan kepentingannya tetap terjamin dengan mengedepankan terminologi yang seolah-olah dapat menjamin kawasan Asia (Pasifik) tetap damai dan tidak muncul konflik terbuka di antara para pihak yang berseteru di Laut China Selatan.
Berbagai terminologi tersebut di antaranya penghormatan terhadap kedaulatan wilayah negara-negara ASEAN, mendorong sentralitas ASEAN dan mekanisme perubahan arsitektur keamanan Asia Pasifik yang dipimpin ASEAN, dan mempertimbangkan prinsip-prinsip yang tercantum dalam UN Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 dalam menghadapi kemungkinan konflik serta mendukung Komunitas ASEAN berkembang sesuai aturan yang telah disepakati dan menjadi komunitas yang fokus pada masyarakat.
Namun, akan efektifkah Sunnyland Declaration? Pernyataan-pernyataan yang disepakati tersebut cenderung diragukan dapat diimplementasikan dengan baik ketika nanti suatu masalah yang mengusik kepentingan AS muncul. Negara ASEAN akan terjepit dan AS akan kembali pada perilaku mengutamakan kepentingan mereka.
Peranan Indonesia
Tidak dimungkiri lagi bahwa Indonesia diharapkan, bahkan harus memainkan peranan dalam memimpin negara ASEAN sepanjang waktu. Pandangan tersebut tidak hanya dari internal Indonesia, tetapi juga kalangan anggota ASEAN, bahkan mitra dialog ASEAN dari luar kawasan. Walaupun tidak sedang memimpin dalam keketuaan ASEAN secara formal, Indonesia seperti telah ditakdirkan untuk menggerakkan negara ASEAN untuk terus maju dan bersatu. Dalam konteks itu, Indonesia harus lebih asertif bila ingin mendapatkan manfaat maksimal dalam percaturan kontestasi antarkekuatan dunia yang sedang terjadi.
AS dan sekutunya di Asia Pasifik paham betul diplomasi Indonesia yang saat ini dilakukan, terutama sejak kepemimpinan Jokowi-JK cenderung memihak kepentingan Tiongkok dan meninggalkan mitra lama mereka seperti Jepang dan AS. Oleh karena itu, Indonesia harus dirangkul, bahkan dipeluk lebih erat oleh AS. Bila itu berhasil, pada gilirannya AS akan mendapatkan balasan dekapan hangat dari negara ASEAN lainnya. Walaupun sepertinya tidak bakal mudah dicapai. Indonesia juga harus cerdas dan cerdik melihat deklarasi ini.
Beberapa butir yang memuat potensi kerja sama teknis yang lebih aplikatif dan bisa memberi manfaat langsung kepada Indonesia dan juga ASEAN perlu secara tegas didorong untuk dilaksanakan. Misalnya, penanganan terorisme, mencegah dan menangani penyelundupan berbagai barang ilegal, perdagangan manusia, penangkapan ikan secara ilegal, dan lain-lain.
Sementara kegiatan berkait pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) juga dapat disusun secara lebih serius walaupun masih perlu program konkret, yakni memberikan kontribusi signifikan. Pendeknya, AS harus membayar upaya merangkul ASEAN ini dengan lebih nyata tidak hanya sekadar berbagi beban (burden sharing) dengan negara di ASEAN dan para mitra AS di Asia Pasifik lainnya. Tanpa itu, efektivitas Sunnylands Declration hanya tinggal kenang-kenangan terakhir Obama kepada para pemimpin ASEAN yang mungkin tidak akan menjadi legacy untuk dikenang.
________
Prof. Tirta N. Mursitama, Guru Besar Bisnis Internasional, Jurusan Hubungan Internasional Universitas Bina Nusantara.
***
sumber: http://www.mediaindonesia.com/news/read/29487/memaknai-sunnylands-declaration/2016-02-19