Menyemai Tradisi Keilmuwan
Tantangan dunia pendidikan, khususnya pendidikan tinggi, salah satunya adalah bagaimana mengembangkan tradisi keilmuwan. Perguruan tinggi sebagai kawah candradimuka kaum intelektual bangsa menempati peran yang sangat strategis dalam menumbuhkembangkan tradisi keilmuwan ini.
Walau tidak terjadi di semua perguruan tinggi (baik negeri maupun swasta), namun ada kecenderungan bahwa kegiatan yang berkaitan dengan pengajaran masih menempati porsi yang lebih besar (teaching-heavy). Dalam kondisi ini, para dosen lebih fokus pada kegiatan mengajarkan ilmu pengetahuan yang telah terkodifikasi, misalnya dalam bentuk buku teks, artikel jurnal maupun dokumen lainnya. Tidak jarang dosen mengajar di luar batas kewajaran yakni dengan sebanyak mungkin kelas dengan mahasiswa dalam jumlah besar. Perguruan tinggi sudah menjadi semacam “pabrik” lulusan (bahkan belum tentu pantas disebut sarjana apalagi intelektual).
Sedangkan kegiatan lain yang semestinya harus mendapatkan porsi yang tak kalah besar adalah penelitian (research). Dengan aktifitas penelitian dapat diciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya dan nilai-nilai sosial yang baru. Hal ini merupakan bentuk sumbangan terhadap kemajuan ilmu pengetahuan (knowledge) itu sendiri. Melalui penelitian juga dapat dipecahkan berbagai permasalahan kemanusiaan dan kealamsemestaan. Bagian ini menitikberatkan pada aspek kegunaan secara praktis bagi dunia seisinya.
Selain itu, rekam jejak penelitian dosen dan institusi akan menentukan daya saing individu dosen tersebut maupun institusi secara nasional bahkan internasional. Tanpa penelitian bagus dan berkualitas yang dimuat di publikasi internasional, tidak mungkin perguruan tinggi tersebut memiliki kemampuan setara perguruan tinggi besar kelas dunia lainnya. Hasil penelitian ini pun kemudian dapat diajarkan kepada para mahasiswa sehingga mereka mendapatkan ilmu yang terbaru selain ilmu-ilmu pokok yang menjadi dasar kompetensi kesarjanaan mereka.
Penelitian membutuhkan proses. Tidak mungkin seorang dosen secara instan langsung bisa menjadi seorang peneliti yang hebat. Seorang dosen yang bertekad kuat menjadi peneliti kelas dunia harus mau bekerja keras memulai dari membaca literatur, berdiskusi, berdebat, memaparkan pikirannya, peka terhadap sekelilingnya, menguasai piranti lunak tertentu hingga menuliskan pemikirannya dalam berbagai karya tertulis.
Untuk memulai itu semua butuh ketekunan dan kadang harus dimulai dari kumpulan individu yang jumlahnya sedikit. Harus ada individu atau kumpulan individu yang menjadi pioner dan mau berkeringat dan bekerja tulus memastikan setiap langkah kecil tetap bisa berjalan. Persistensi menghadapi berbagai kondisi sangat diperlukan. Semua itu tidak mudah. Tetapi bila berkeinginan membangun perguruan tinggi yang tidak sekedar mengedepankan pengajaran, kegiatan penelitian yang merupakan bagian dari tradisi keilmuwan harus dikembangkan juga.
Tradisi diskusi, berdebat, seminar dari yang kecil hingga besar, dari yang berskala jurusan, fakultas, universitas, nasional, regional hingga internasional dapat dibangun dari obrolan kecil yang bersifat informal. Atau mungkin sebagian orang suka menyebutnya kongkow-kongkow ditemani minum kopi, teh hangat dan pisang goreng lalu membicarakan berbagai topik. Kegiatan ini bisa dilakukan dalam ruangan tertutup dalam arti ruang khusus untuk diskusi atau bisa juga di ruang terbuka di teras atau sudut kampus. Waktunya pun harus bisa dilakukan secara reguler, berulang kali dan bersifat kontinyu.
Suasana yang membebaskan sangat mendukung berbagai pemikiran kreatif dan inovatif keluar dari kepala kita. Diskusi yang tidak formal, bersahabat dengan gaya yang akrab akan semakin menumbuhkan semangat kolegialitas di antara para dosen. Hubungan yang terjadi bukan lagi hubungan berdimensi kekuasaan (power relations) antara atasan (pejabat struktural) dan staf pengajar. Namun, hubungan antara sesama kolega intelektual. Dalam interaksi yang setara maka akan tercipta kebebasan dalam mengemukakan pemikiran tanpa kekhawatiran. Intelektual harus memiliki kebebasan dalam mengemukakan pemikirannya.
Dalam konteks seperti ini, menyemai tradisi keilmuwan menjadi penting. Mendorong agar lebih tercipta keseimbangan antara pengajaran dan penelitian, menghilangkan halangan struktural, atau sekat antar ilmu pengetahuan, dan mendorong kolegialitas antar sesama dosen. Respek dan penghargaan antar sesama dosen diletakkan pada kepakaran yang tercermin dalam karya intelektual dan kemampuan menggerakkan tradisi keilmuwan di tempat dia bertugas. Dukungan pun harus diberikan kepada talenta-talenta intelektual yang memiliki kesempatan untuk maju lebih tepat. Namun juga, bagi calon-calon talenta lainnya harus diajak bersama-sama untuk maju dengan pengembangan kapasitas mereka dengan semangat maju bersama.
Lambat laun akan tercipta sebuah komunitas epistemik yang mendalami keilmuwan tertentu. Mereka bersama-sama bergerak. Tidak hanya diskusi dan penelitian yang kemudian akan dihasilkan, tetapi juga publikasi. Bahkan, sebuah gerakan kontribusi kepada peradaban dunia serta isinya.
Tentu ini merupakan pekerjaan panjang yang membutuhkan komitmen dan kesungguhan hati dalam melakukannya. Demi sebuah perubahan dan kemajuan peradaban, buah dari penyemaian tidak akan tampak dalam jangka pendek. Namun, tapak-tapaknya akan terlihat walaupun kecil, walaupun kadang tersendat namun tetap terus melangkah. Contoh kecil, sebuah inisiasi dari kampus Kijang telah diluncurkan pada 29 Maret 2012. Kijang Initiative: mengembangkan tradisi keilmuwan menuju pemikiran Hubungan Internasional Indonesia yang dimulai dari Pusat Kajian Bisnis dan Diplomasi, Fakultas Humaniora Universitas Bina Nusantara Kampus Kijang.