Utang dan Kedaulatan

Salah seorangFaculty Member Jurusan Hubungan Internasional Universitas Bina Nusantara, Roseno Aji Affandi, memublikasikan artikelnya berjudul “Utang dan Kedaulatan”. Di bawah ini adalah artikelnya.

 

Utang dan Kedaulatan

 

Banyak pihak melupakan salah satu tonggak sejarah yang fundamental tentang beberapa konggres dan pertemuan pemuda sebagai peletak dasar kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Pada tahun 1925, terlaksananya sebuah manifesto politik yang pertama kali dilakukan oleh pemuda-pemuda seluruh nusantara. Manifesto Politik ini, kemudian dilanjutkan dengan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda merupakan pelengkap dari seluruh rangkaian pehelatan perkumpulan pemuda nusantara untuk menyatakan secara lugas sebagai sebuah satu kesatuan Indonesia.

Manifesto politik ini menghasilkan butir-butir yang lebih tegas tentang cita-cita bersama yaitu Kemerdekaan. Ringkasan dari butir-butir tersebut adalah :

Rakyat Indonesia seharusnya diperintah oleh pemerintah yang dipilih oleh mereka sendiri.
Dalam memperjuangkan pemerintahan sendiri, tidak diperlukan bantuan dari pihak manapun.
Tanpa persatuan yang kokoh dari seluruh elemen masyarakat, tujuan perjuangan sulit untuk diraih.
Ringkasan dan sejarah Manifesto Politik ini seperti yang disampaikan oleh Almarhum Prof. Dr. Aloysius Sartono Kartodirdjo dalam sebuah Pengantar di buku “Bangsa inlander potret kolonialisme di bumi Nusantara (HM Nasruddin Anshoriy Cb penerbit LKIS)”

Salah satu cara memaknai kemerdekaan yang ke 72 dari bangsa ini adalah membaca sejarah dan menelaah langkah-langkah ke depan. Semakin paham dengan sejarah akan mempermudahkan kita untuk mempertegas cita-cita bersama dalam rumah tangga Indonesia ini. Dengan menelaah masa depan, akan mempermudah kita untuk mengidentifikasi peluang, tantangan, dan hambatan dunia baru. Terutama mengantisipasi tantangan jaman dan memanfaatkanya semaksimal mungkin sesuai dengan cita-cita semua elemen bangsa ini.

Apakah makna dari  butir “Dalam memperjuangkan pemerintahan sendiri, tidak diperlukan bantuan dari pihak manapun”? Apakah mungkin melakukan penyelenggaraan negara tanpa bantuan atau kerjasama dengan pihak luar? Apa yang dimaksud dengan bantuan dari pihak mananpun?

Terdapat beberapa perspektif untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Pertama sejarah politik luar negeri. Pada saat Manifesto Politik tersebut suasana politik dunia sedang pada kondisi memanas karena sisa peperangan Dunia I dan sedang Menuju Peperangan Dunia ke II. Munculnya kekuatan politik dan ekonomi baru. Terciptanya blokade barat dan timur. Transisi sistem alat tukar dari standart emas menjadi mata uang.

Kedua perspektif sejarah politik nusantara. Setelah sekitar 15-25 tahun perang jawa antara Diponegoro dengan Belanda. Munculnya semangat melepaskan diri dari penjajahan Belanda. Munculnya perubahan strategi pergerakan. Dengan pendekatan non militer berupa pembentukan organisasi dan komunitas-komunitas pemuda di sebagian besar wilayah Nusantara. Mulai dari Boedhi Oetomo, Sarekat Dagang, Partai Komunis, Jong Java, Jong Celebes dan lain sebagainya.

Dari dua persepektif ini bisa kita perhatikan bahwa adanya keinginan para anak bangsa untuk dapat melepaskan diri dari ketergantungan dari pihak luar negeri untuk supaya dapat mengatur urusan rumah tangga sendiri. Baik dari segi pemerintahan dan pengaturan sumber-sumber ekonomi. Saat bersamaan konsentrasi kerajaan Belanda yang sedang terpecah dengan panasnya perang dunia di daratan Eropah dengan bersamaan munculnya semangat untuk melepaskan diri dari belenggu pemerintahan kerajaan Belanda di bumi pertiwi.  Kedaulatan, merupakan kanta kunci dari ke dua perspektif ini.

Ketiga, perspektif ekonomi dan tantangan globalisasi. Ekonomi makro dan implementasi di ekonomi mikro yang lebih riel adalah indikator bagaimana cita-cita kemerdekaan tentang kesejahteraan dan keadilan tercapai. Mampukah setelah mendapatkan kedaulatanya, Indonesia  menjadi negara yang lebih makmur dan merata secara adil?

Melanjutkan pertanyaan sebelumnya. Apakah kedaulatan harus difahami terbebas dari ketergantungan pihak luar negri? Hubungan luar negri yang seperti apakah? Yang tidak berdampak terhadap berkurangnya kedaulatan sebuah negara? Bagaimana mempertahankan Kedaulatan ekonomi di era globalisasi?

Globalisasi ekonomi adalah suatu era dimana standarisasi dalam aktivitas ekonomi terutama dalam bidang perdagangan International, Keuangan International dan Investasi tanpa melihat batas dan wilayah geografis negara. Kekuatan masing-masing negara dianggap satu level. Satu level dalam suatu sistem global tanpa membedakan perbedaan antara negara yang memiliki teknologi, kekuatan militer, kwalitas SDM dan kekuatan kapital yang canggih dengan yang lemah. Semua kelas kekuatan yang beragam dianggap tidak ada.

The bordeless world = globalisasi

Dalam perdagangan international sistem dan standart yang digunakan adalah WTO. Implementasi peraturan dalam WTO merupakan Implementasi dari Globalisasi. Semua negara yang meratifikasi semua aturan yang tercantum dalam WTO bahwa semua hambatan baik tarif dan nontarif harus di laksanakan dengan waktu yang ketat dan sangsi yang berat (Didin S Damanhuri 2009).

Peluang globalisasi bagi Indonesia dan negara-negara maju adalah besarnya jumlah penduduknya 238 juta dengan pendapatan perkapita Rp 17,9 juta/tahun ( Miyasto 2009). Sebuah potensi pasar yang menarik baik dari market size dan buying power. Besarnya potensi maritim, dan cadangan kekayaan mineral. Dalam sebuah arsitektural global supplya chain Indonesia memiliki potensi baik sebagai resource dan market center. Indonesia dapat difungsikan sebagai expense centerrevenue center atau bahkan profit center bagi pemain-pemain ekonomi global.

Tantanganya adalah kesiapan baik dari segi kapital, SDM, dan Teknologi. Bahkan Teknologi menjadi ujung tombak dari kesuksesan sebuah negara dan warganya untuk menjadi bagian dari masyarakat dalam sistem globalisasi ini. Technology is a source of domination ( Susan Strange, Market and State).

Ancaman  dalam sistem globalisasi bagi Indonesia tidaklah kecil. Beberapa dampaknya pernah kita alami. Luasan dampaknya bisa mencapai pada tahap multidimensi. Baik ekonomi, politik dan sosial.

Pada sebuah sistem keuangan international. Beberapa pengalaman telah membuktikan terutama di awal reformasi dan pada tahun 2008. Sebuah sistem keuangan dalam negeri yang bisa dihancurkan oleh kekuatan dari luar negeri. Mata uang Rupiah jatuh nilainya terhadap dollar Amerika dari Rp 2.350 pada pertengahan 1997 menjadi Rp 17.000 dan kemudian dikenang sebagai krisis moneter 1998. Krisis minyak bumi pada 2007 yang berdampak pada naiknya harga BBM.

Di era tahun 2007, harga minyak awalnya stabil di kisaran 60 sampai 70 dolar AS per barrel. Namun langsung naik menjadi 147 dolar perbarrel di Juli 2007. Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) saat itu Aslim Tadjudin menyampaikan akibat lonjakan harga minyak dunia di harga BBM dalam negeri harus naik hingga 100 persen (detik.com).

Krisis subprime mortgage, pada 2008 sebuah krisis kredit perumahan yang terjadi di Amerika Serikat berdampak secara serius di pereknonomian Indonesia. Sebuah krisis di luar negeri, berdampak langsung terhadap ekonomi dalam negeri. Kondisi-kondisi ini menunjukan bahwa rentanya keadaan ekonomi Indonesia terhadap gejolak ekonomi dunia (Miyasto 2009). Potensial gejolak inilah yang akan bisa berdampak pada gejolak multidimensial. Artinya, kedaulatan sebuah bangsa bisa terancam dengan nyata apabila management hubungan ekonomi luar negeri dan implementasi kekuatan dalam negeri tidak berjalan dengan baik.

Bagaimana sebuah kedaulatan bangsa bisa dipengaruhi oleh utang luar negri?

Berdasarkan dictionary.com kedaulatan atau sovereignty is supreme and independent power or authority in government as possessed or claimed by a state or community. Berdasarkan pengertian tersebut. Terdapat kalimat kunci berupa otoritas pemerintah yang diakui oleh komunitas atau negara. Pemerintah tersebut memiliki kekuasaan secara merdeka dan mandiri. Mandiri dan merdeka artinya tidak bisa dipengaruhi oleh kekuatan di luar itu.

Pada sebuah sistem perdagangan dan keuangan international. Sebuah negara sudah tidak berdiri sendiri, mereka telah mengikatkan dirinya dalam sistem tersebut dan mengurangi independenya terhadap faktor-faktor fluktuasi harga supply/demand dan mobilitas arus moneter. Arus moneter ini berasal dari negara-negara maju yang telah memiliki cadangan dana-dana menganggur baik dari dana pensiun, asuransi dan tabungan negara yang tersimpan dalam bank sentral. Semakin besar dana yang tersimpan semakin besar kemampuan negara untuk menggerakan pasar keuangan international.

Permasalahan yang muncul adalah besarnya gap antara arus moneter yang jauh lebih besar dibandingkan dengan arus barang dan jasa. Arus barang dan jasa adalah real economy. Aktivitas menciptakan sesuatu yang menghasilkan nilai tambah langsung dalam bentuk produk dan jasa. Secara intrinsik bisa dengan mudah di valuasi nilai dan harganya. Hal ini menurut Peter Drucker ketidak seimbangan arus barang/jasa dengan arus moneter di istilahkan decoupling. Pertumbuhan arus uang yang hampa karena tidak diimbangi dengan arus barang/jasa atau ekonomi riilnya.

Decoupling inilah yang menjadi faktor pengurang nilai kedaulatan sebuah negara. Sebuah arus modal dan keuanga  yang sekedar untuk spekulasi merupakan contoh bagaimana kedaulatan ekonomi dalam bentuk mata uang sangat rentan. Pasar modal, pasar uang merupakan ajang spekulatif dan hukumnya halal dalam era sistem keuangan international seperti saat ini. Kemajuan teknologi internet dan handphone. Menambah semaraknya pelaku bisnis ini. Dari profesional, institusi dengan fund managernya sampai dengan ibu-ibu rumah tangga.

Para spekulan bisa hadir baik dari sisi luar negri maupun dari dalam negri sendiri. Nasionalisme dalam perdagangan valas dan saham bagi pemain-pemain ini masih kalah genting dibandingkan kepentingan untuk mendapatkan profit margin atau mengindari lost. Padahal, decoupling pada tahun 2009 mampu memompa arus dana 100 kali lebih besar daripada arus barang dan jasa. Artinya transaksi yang bubling 100 kali lebih besar dari bisnia riilnya.

Relevansinya terhadap utang bagaimana? Aktor utang dalam sebuah perekonomian adalah swasta dan pemerintah. Swasta dalam berhutang untuk meningkatkan kapasitas ekonominya dan pemerintah untuk.membiayai pembangunanya. Selain utang terdapat instrumen lainya yaitu FDI (Foreign Direct Investmen).

Dalam utang dan FDI masing-masing memiliki konskwensi yang berbeda. Utang luar negri tidak jauh beda dengan perilaku dan syarat utang Mikro. Apaoun hasil dari program ekspansi atau pembiayaan dengan utang. Utang harus dikembalikan dengan bunga dan utang pokoknya. Sedangkan resiko kegagalan FDI menjadi tanggungan secara kolektive dan proposional diantara para investor dan stakeholdernya.

Utang semakin besar akan memiliki resiko kedaulatan. Baik kedaulatan yang berkurang dari para spekulan mata uang dan saham. Maupun kedaulatan institusional lembaga peminjam dengan berbagai syaratnya. Kegagalan pembangunan berdasarkan utang sudah banyak contoh dan pengalaman yang bisa menjadi bahan pembelajaran. Salah satu yang paling fenomenal adalah krisis moneter 1998. Ketidak hati-hatian atau prudent terhadap management utang dan arus kendali modal  yang keluar masuk dalam sebuah negara. Berdampak krisis yang dalam dan menjatuhkan rezim pemerintahan yang sudah bercokol selama 32 tahun. Akibat ketidak hati-hatian dalam menjaga marwah kedaulatan mata uang negara.

Sedangkan FDI lebih efisien berkaitan dengan resiko kedaulatan. FDI hanya membutuhkan tentang kepastian hukum, kestabilan politik, ketersediaan SDM yang kwalitas dan kwantitasnya mencukupi. Kebutuhan FDI dan resiko atas ancaman kedaulatan lebih mudah di kontrol. Dibandingkan dengan Utang, FDI lebih mudah di manage karena kebutuhanya bisa di atur dan dinegoisasikan dari dalam negri. FDI berdampak terhadap arus moneter menuju riil economy. FDI secara langsung membantu pertumbuhan konsumsi dan daya beli masyarakat, karena  terbukanya lapangan pekerjaan, FDI lebih pasti kontribusi buat pendapatan negara, transfer teknologi dan bahkan dalam program CSR bisa membantu pengembangan kehiduoan social masyarakat.

Informasi yang sampai saat ini menunjukan indikasi pemerintah indonesia untuk meningkatkan utang. Dari data Kementerian Keuangan, jumlah utang pemerintah di akhir 2014 adalah Rp 2.604,93 triliun, dan naik hingga posisi di akhir April 2017 menjadi Rp 3.667,41 triliun (detik.com)

Kemudian di satu sisi gerak ekonomi riil banyak dirasakan mengalami penurunan omset. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengomentari keluhan dari pengusaha ritel yang menilai bahwa daya beli masyarakat saat ini menurun. Melemahnya daya beli tersebut salah satunya terlihat dari laju inflasi pada 2016 yang mencapai titik terendahnya dalam satu dekade terakhir. Faktor lain adalah tensi politik yang tinggi, beberapa kebijakan pemerintah yang dinilai tidak terorganisasi dengan baik untuk menjaga pertumbuhan, serta iklim pebisnis.

Ternyata masyarakat pebisnis lebih tertarik untuk menyimpan uangnya di bank daripada untuk belanja atau melakukan kegiatan produktif. Buktinya, terdapat kenaikan deposito yang signifikan di perbankan. Deposito yang naik pun justru berjangka 3-6 bulan, bukan lagi yang satu bulan. Masyarakat diprediksi semakin lama menyimpan dananya di bank. (https://m.tempo.co/read/news/2017/07/03/090888544/penjelasan-sri-mulyani).

Pelaku busni pada kondisi seperti informasi di atas, jelas lebih percaya kepada faktor moneter daripada economy riil. Karena tingkat kepercayaan masyarakat yang turun. Pengusaha tidak yakin adanya kekuatan daya beli masyarakat. Sehingga kapasitas modal untuk produksi di alihkan ke deposito bank. Dampaknya bagi bank adalah  beban biaya bunga deposito yang lebih besar.

Di saat untuk pendapatan bunga semakin mengecil karena menurunya faktor riil economy. Untuk menutup kerugian bunga, Kemungkinan besar bank akan melakuakn transaksi di saham atau instrument moneter lainya guna menutupi biaya bunganya. Sehingga arus moneter semakin membesar dan arus economi riil mengecil, pada akhirnya gap arus moneter dengan arus barang dan jasa semakin besar. Sehingga resiko kedaulatan keuangan negara semakin besar.

Seharusnya pemerintah meningkatkan peran FDI. FDI yang langsung memberikan pengaruh kepada kegiatan ekonomi riil dan mendorong terjadinya kerjasama dengan pelaku UKM. FDI yang mampu menyediakan lapangan pekerjaan kepada masyarakt. Sehingga akan mampu mendorong peningkatan oendapatan dan daya beli masyarakat. Portofolio FDI jangan  hanya bergantung dengan salah satu negara saja dan hanya pada infrastruktur semata. Perlu diperkuat lagi dengan para eksisting FDI yang sudah terbukti memberikan dampak positif kepada negara dan msayrakat.

Pada ulang tahun kemerdekaan yang ke 72 ini, kedaulatan kita sangat tergantung kemampuan leadership yang faham akan struktur global ekonomi dan politik. Seperti yang dikatan oleh Susan Strange “ Competition between states is becoming a competition for leadership in the knowledge structure”.

Roseno Aji Affandi
Dosen Int Political-Economy for. MNC Binus University, Hubungan International

sumber: http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/17/08/24/ov6gz3396-utang-dan-kedaulatan