HI Binus dalam Seminar ASEAN on the Move

 

Pada tanggal 26 Februari 2014, Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Bina Nusantara yang mengambil mata kuliah ASEAN Community berkesempatan untuk menghadiri Seminar Seminar ASEAN on the Move: Challenge and Opportunities for the United ASEAN Family.

Seminar ini merupakan rangkaian dari dua hari seminar yang diselenggarakan oleh ASEAN Foundation dan KBR68H pada 25-26 Februari 2014.  Seminar hari sebelumnya (25/2) membahas mengenai peran insan penyiaran (broadcaster) ASEAN dalam menciptakan komunitas ASEAN 2015 yang disasar sebagai “keluarga ASEAN”.

Seminar pada hari kedua (26/2) menitikberatkan pada tantangan dan peluang yang potensial dihadapi Keluarga ASEAN 2015. Rangkaian seminar ini disiarkan secara langsung di Green Radio 89.2 FM Jakarta dan di segmen Asia Calling KBR68H.

Mahasiswa HI Binus dalam Seminar ASEAN on the Move: Challenge and Opportunities for the United ASEAN Family
Mahasiswa HI Binus dalam Seminar ASEAN on the Move: Challenge and Opportunities for the United ASEAN Family

Pada hari kedua, seminar yang dimoderatori oleh Rebecca Herschke ini menghadirkan Danny Lee (Director for Community Affairs Development of ASEAN), Debbie Stothard (Secretary-General FIDH & coordinator for Altsean-Burma), Irene Fernandez (Executive Director of Tenaganita), Septiana Kadir (Head of Programs ASEAN Foundation), dan Ardian Elkana (founder of Castle Production, Indonesia’s biggest animation company) sebagai panelis.

Pasar tunggal kawasan ASEAN merupakan isu utama ASEAN 2015. Para panelis menyepakati bahwa tantangan ini tak terhindarkan, namun tiga dari lima panelis menyatakan bahwa masih ada pekerjaan rumah besar bagi pemerintah kawasan ASEAN, yaitu isu penegakan Hak Asasi Manusia (human rights).

Harapan bersama komunitas ASEAN, yakni menjadi satu keluarga – bukan lagi sahabat atau partner – sebagaimana dipaparkan Danny Lee, membutuhkan safety dan security untuk menciptakan kesatuan harmonis demi menjamin kemapanan ekonomi dan kemakmuran bersama.

Menjadi keluarga artinya, bagi Irene, Septiana, dan Debbie, mensyaratkan kita untuk memalingkan orientasi kita kepada “orang” (people oriented), terutama dalam konteks ini adalah kaum pekerja migran ASEAN yang akan bersaing lintas negara dalam kawasan Asia Tenggara.

Dari kalangan pebisnis, Ardian memaparkan sejumlah problem yang berkaitan dengan pekerja migran dan mengusulkan standardisasi kompetensi yang merata dan berlaku untuk seluruh kawasan ASEAN.

Mahasiswa HI Binus berfoto bersama dengan Danny Lee, Director for Community Affairs Development of ASEAN

Problem utama yang menjadi benang merah upaya penegakan human rights di ASEAN adalah pemerintah negara-negara anggota ASEAN tidak sepenuhnya menganggap serius isu human rights. Kaum pekerja migran dan pengungsi termasuk pihak yang rentan terhadap ancaman, di luar kasus sentimen religius seperti di Rohingya, misalnya.

Debbie menuding bahwa pemerintah negara-negara ASEAN belum satu kata tentang kesetaraan (equality) dan standar kebebasan (freedom) yang menjadi ukuran dalam penegakan demokrasi masing-masing.

Dalam kaitannya dengan perekonomian regional, para panelis bersikap positif pada integrasi keluarga ASEAN untuk menghindari kolaps ekonomi seperti pada 1997-1998, termasuk pengaturan kembali regulasi keamanan finansial dan kebijakan yang menyangkut fiskal antar-negara ASEAN, dengan catatan semua kebijakan diorientasikan kepada orang atau masyarakat alih-alih mengejar kemapanan kapital.