Pemilu Presiden Taiwan

 

Presiden Tsai Ing Wen (metropolitan.id)
Presiden Tsai Ing Wen (metropolitan.id)

Tsai akan menggiatkan kembali kebijakan Go South, di mana Taiwan akan mengintensifkan interaksinya dengan negara-negara yang terletak di Selatan seperti India dan Asia Tenggara. Karena negara-negara tersebut memiliki potensi ekonomi yang bisa dimanfaatkan Taiwan, melalui aktivitas perdagangan dan investasi.

Pada hari ini, 23 juta rakyat Taiwan melaksanakan pemilu presiden untuk masa kerja 2016- 2020. Pemilu tahun ini diikuti tiga kandidat: Tsai Ing Wen (Democratic Progressive Party/DPP), Eric Chu (Partai Kuomintang/DPP) dan James Soong (People First Party/PFP).

Isu perbaikan ekonomi di Taiwan dan hubungan antarselat (Cross Strait Relations) menjadi fokus dalam kampanye pemilu. Hal ini tentu terkait ekonomi Taiwan yang menurun dan meningkatnya pengangguran mencapai 4 persen pertahun. Belum lagi penurunan tingkat upah serta ekspor Taiwan. Kandidat Tsai dan Eric Chu yang mendominasi proses persiapan pemilu.

Tsai juga mengusung isu demokratisasi, transparansi kebijakan, pendidikan, dan sosial budaya. Dia menjanjikan ruang lebih terhadap promosi budaya asli Taiwan, sehingga lebih memperkuat identitas bangsa. Tsai Ing Wen pernah mencalonkan diri sebagai presiden tahun 2012, namun kalah dari Ma Ying Jeou, yang tengah menjabat presiden.

Setelah itu, Tsai mencalonkan diri dalam pemilihan wali kota New Taipei City tahun 2010. Lagilagi dia kalah. Kali itu oleh Eric Chu yang sekarang menjadi pesaingnya dalam pemilu presiden. Popularitas Tsai saat ini sudah mencapai 48,6%. Sedangkan Eric Chu 16,4%.

Terkait dalam hubungan antarselat, hubungan tradisional dengan Tiongkok daratanyang dikuatkan dalam konsensus 1992, tiap-tiap kandidat memiliki pandangan berbeda. Chu tentu saja akan meningkatkan intensitas interaksi dengan daratan. Salah satunya sudah tertuang dalam ECFA yang ditandatangani Taiwan dan Beijing. Sedangkan Tsai dan DPP walaupun sejak awal menentang kedekatan Taiwan dengan daratan, menyadari bahwa hubungan tradisional dan pragmatis melalui keberadaan ECFA tidak bisa dihindari. Namun Tsai juga berusaha agar hubungan itu tidak terlalu mendominasi relasi Taiwan dengan negara lain.

Tsai akan menggiatkan kembali kebijakan Go South, di mana Taiwan akan mengintensifkan interaksinya dengan negara-negara yang terletak di Selatan seperti India dan Asia Tenggara. Karena negara-negara tersebut memiliki potensi ekonomi yang bisa dimanfaatkan Taiwan, melalui aktivitas perdagangan dan investasi.

Peluang

Terkait kebijakan Go South, Indonesia memiliki peluang untuk mengintensifkan interaksinya dengan Taiwan. Karena menganut kebijakan satu Tiongkok, Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Taiwan. Namun Indonesia memiliki hubungan nonpolitik dengan Taiwan di sektor perdagangan, investasi, ketenagakerjaan, pendidikan, dan pertanian.

Saat ini perdagangan Indonesia– Taiwan mencapai 6,5 juta dollar AS. Investasi Taiwan di Indonesia senilai 2,5 juta dollar AS. Kebanyakan bergerak di sektor industri manufaktur (tekstil, produk tekstil, komponen permesinan, plastik dan besi baja). Selain itu, terdapat 238.298 TKI sektor informal di Taiwan. Setiap tahun TKI menyumbang devisa kira-kira 12,36 miliar rupiah. Sebanyak 3.455 mahasiswa Indonesia menuntut ilmu di Taiwan.

Sementara, Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei City menjadi wakil dari pemerintah Indonesia menangani interaksi Indonesia dan Taiwan, termasuk mengurusi keberadaan Warga Negara Indonesia di Taiwan.

Sebaliknya, Taipei Economic dan Trade Office (TETO) di Jakarta juga melakukan fungsi sama dengan KDEI. Pada Desember 2015 lalu, TETO membuka kantor cabang di Surabaya untuk membantu mempromosikan hubungan perdagangan Indonesia–Taiwan dan menangani urusan konsuler terkait dengan kepergian orang Indonesia ke Taiwan dan sebaliknya.

Namun, masih ada beberapa yang bersifat asimetris dari interaksi antara Indonesia–Taiwan yang perlu ditingkatkan. Meskipun negara terbesar di Asia Tenggara dari segi ukuran fisik dan jumlah penduduk, Indonesia belum terlalu dikenal di Taiwan. Sebab informasi tentang Indonesia di Taiwan, belum komprehensif. Malahan dalam berbagai aspek, Indonesia kalah popular disbanding Vietnam atau Thailand.

Interaksi antara Indonesia dan Taiwan lebih banyak dilakukan aktor nonnegara seperti TKI, pasangan Indonesia (Indonesian spouses), mahasiswa, pelajar serta kelompok pekerja profesional. Koordinasi antarlembaga pemerintah Indonesia dalam menangani hubungan dengan Taiwan perlu diperbaiki. Nuansa “kebijakan satu Tiongkok” yang kuat membuat tiap lembaga pemerintah yang terkait bergerak sendiri-sendiri.

Langkah pemerintah Taiwan dengan membuka kantor cabang perwakilan di Surabaya, belum bisa diiringi pemerintah Indonesia dengan membuka kantor “cabang” KDEI di kota lain, di Taiwan. Padahal jika dilakukan, itu akan membantu pemerintah Indonesia berinteraksi dengan Taiwan dan menangani WNI.

Jadi, sambil menanti hasil Pemilu Taiwan dan orientasi kebijakan luar negeri presiden baru, Indonesia bisa mulai mengidentifikasi ulang. Langkah selanjutnya menyusun gerakan guna merespons perkembangan Taiwan dengan serangkaian kebijakan lebih baik agar berguna untuk kepentingan nasional dan WNI dalam konteks hubungan keduanya.

___________

Paramitaningrum adalah Pengajar Jurusan Hubungan Internasional Universitas Bina Nusantara, Alumnus Tamkang University Taiwan

***

Sumber lengkap: http://www.koran-jakarta.com/pemilu-presiden-taiwan/