Publikasi: Revivalisme Islam di Indonesia di antara Kaum Formalis dan Kaum Substantif

Isu mengenai hubungan agama dan dunia sosial merupakan sebuah isu yang sensitif sekaligus menarik dan tidak dapat dihindari, terutama ketika dibicarakan dalam kerangka progresi zaman dan fenomena globalisasi. Kemajuan zaman membawa perubahan dalam berbagai dimensi, termasuk kondisi ekonomi dan rezim politik yang pada gilirannya memengaruhi kondisi sosial atau dalam konteks ini khususnya pelaksanaan agama.

Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbanyak di dunia menjadi sebuah contoh menarik untuk memahami dinamika ekonomi dan sosio-politik global yang memengaruhi praktik religiusnya. Isu ini ditangkap melalui penelitian yang dilakukan oleh Lecturer Specialist dari jurusan HI Binus, Dr. Lili Yulyadi, B.IRK., B.HSc., M.HSc., yang menuliskannya dalam penelitian yang berjudul “Islamic Revivalism in Indonesia: Contestation Between Substantive and Formalist Muslims” yang dimuat dalam AEI Insights: An International Journal of Asia-Europe Relations, Vol 5, Issue 1, 2019, terbitan Asia-Europe Institute, University of Malaya.

Dalam bagian abstrak beliau menulis, “Indonesia pada akhir 1970-an melihat peremajaan Islam di antara  komunitas Muslim seperti itu terjadi di tempat lain di dunia Muslim. Islam secara bertahap menjadi sumber populer bagi kehidupan sosial, etika dan spiritual Indonesia. Akibatnya Indonesia menyaksikan proliferasi masjid, sekolah agama, dan program bakti sosial, munculnya pasar buku-buku Islam yang luas, majalah, dan surat kabar Islam berkembang pesat, dan golongan Muslim kelas menengah yang berpendidikan tinggi yang mulai mempertanyakan tentang isu-isu modern, termasuk tentang peran dan hak-hak perempuan, tantangan pluralisme, manfaat ekonomi pasar, dan yang paling umum, hubungan yang tepat antara agama dengan negara.”

Bagi Yulyadi, revivalisme Islam di Indonesia merupakan fenomena unik karena muncul untuk merespon tuntutan kegiatan keagamaan dan politik gaya baru yang dipicu oleh tuntutan kaum Muslim modern serta persepsi ancaman oleh Barat. Dalam naskah tersebut Yulyadi menyimpulkan bahwa para intelektual Muslim baru, yang merupakan Muslim yang termasuk kategori substantif, memenangkan Wacana Islam di Indonesia. Selengkapnya dapat dibaca melalui link berikut:

https://aei.um.edu.my/publications/aei-insights/aei-insights-vol-5-issue-1-january-2019