Bangkitnya Solidaritas Pasca Terorisme di Christchurch

Penembakan jamaah Jumat di Christchurch, New Zealand, pada 15 Maret 2019 oleh seorang white supremacist menumbuhkan kepedihan bagi kaum Muslim dan seluruh pihak yang masih memiliki nurani dan akal sehat. Insiden ini mendorong solidaritas dunia melalui berbagai macam hal, seperti penjagaan sholat Jumat oleh berbagai komunitas di New Zealand, pengibaran bendera setengah tiang di seluruh penjuru dunia, pemakaian hijab atau kerudung oleh kaum perempuan New Zealand – termasuk para anggota kepolisian, dan lain-lain. Lebih jauh, hal ini juga mendorong pemerintahan New Zealand untuk meninjau kembali hukum-hukum yang terkait dengan senjata.

Sumber: REUTERS/Jorge Silva

Amalia Sustikarini, kandidat Doktor Ilmu Politik University of Canterbury, Christchurch, New Zealand, Research Associate CBDS Departemen Hubungan Internasional Binus University menulis sebuah artikel yang sangat menarik terkait isu ini. Selaku seorang Muslim yang tengah berada di Christchurch, Sustikarini mengetengahkan insight yang berharga, terutama bagi komunitas Muslim dunia dan Indonesia lebih khususnya. Ia mengatakan,

“Peristiwa ini sangat mengejutkan karena terjadi di New Zealand, salah satu negara yang relatif aman dari aksi aksi terorisme. Walau menghadapi hal yang sangat sulit, pemerintah New Zealand di bawah kepemimpinan Jacinda Ardern menunjukkan respons yang cepat dan komprehensif. Reaksi awal yang patut dipuji adalah saat dengan tegas Ardern menyebut peristiwa penembakan ini sebagai “terrorist attack”.

Hal ini membantu reduksi kesan standar ganda yang diterapkan di negara negara barat saat terjadi aksi kekerasan yang melibatkan pelaku dari kalangan kulit putih. Aksi kekerasan tersebut sering tidak disebut sebagai aksi terorisme, berbeda saat pelaku adalah dari kalangan muslim. Standar ganda ini secara langsung ataupun tidak langsung menyuburkan grievance dan viktimisasi di kalangan umat muslim yang selanjutnya dapat menjadi pencetus tindakan retaliasi

Perdana Menteri Ardern juga mengumumkan niat pemerintahannya untuk merevisi UU Kepemilikan Senjata. Walau memiliki tingkat kejahatan yang relatif rendah, New Zealand adalah salah satu negara dengan kepemilikan senjata api yang tinggi. Senjata semi otomatis yang digunakan oleh pelaku dibeli secara legal di New Zealand pada 2017. Rencana ini disambut baik oleh kalangan kelompok gun control dan kepolisian.”