Strategi Peningkatan Ekspor Melalui Kerja Sama Perdagangan Internasional

Jakarta, 5 Novemver 2019 – Jurusan Hubungan Internasional Universitas Bina Nusantara bekerjasama dengan Pusat Pengkajian Kerjasama Perdagangan Internasional, kementerian Perdagangan, menyelenggarakan acara Seminar dengan judul Strategi Peningkatan Ekspor Melalui Kerja Sama Perdagangan Internasional dengan tiga pembicara pertama dari peneliti Kementrian Perdagangan RI yaitu Devina Chieny Juventia, Siti Mir’atul Khasanah,  Kerub Henpra Gokniel dan pembicara keempat dari dosen specialist lecturer Moch. Faisal Karim Ph.D.

Pada pembukaan dilakukan dengan nyanyian lagu Indonesia Raya, pemberian sambutan, dan pemberian cindera mata. Dilanjutkan dengan para pembicara memulai presentasi mereka masing-masing.

Pembicara pertama oleh Devina Chieny Juventia membahas hubungan dagang Indonesia-Bangladesh dan diberi judul Analisis Dampak Ekonomi Indonesia – Bangladesh Preferential Trade Agreement. Pembahasan berlanjut dimana PTE berhasil meningkatkan transaksi ekonomi antara kedua negara dan Indonesia berencana melakukan perjanjian PTE dengan Bangladesh. Analisis dilakukan dengan kajian makroekonomi, struktur tarif, kinerja perdagangan, dan bagaimana menggali potensi produk yang dimaksimalkan untuk ekspor ke Bangladesh. Ekspor Indonesia ke Bangladesh dan impor dari Bangladesh ke Indonesia  meningkat dilihat dari data pada tahun 2014-2017 dengan surplus untuk Indonesia. Analisis RCI untuk melihat keunggulan masing-masing bidang di mana Indonesia unggul dari Bangladesh dalam sektor hewani, sayuran, foodstuff, produk mineral, plastik, dan kayu, sedangkan Bangladesh unggul dalam bidang tekstil dan kulit. Dan dari analisis di atas, direkomendasikan bagi Indonesia untuk membuka kerja sama dengan Bangladesh dalam bentuk PTE.

Pembicara kedua oleh Siti Mir’atul Khasanah membahas tentang posisi Indonesia dalam Global Value Chain (GVC) dalam presentasi yang diberi judul Posisi Indonesia dalam GVC di ASEAN-Kanada. Membahas di mana setiap perekonomian memiliki sumber daya unik yang menentukan keunggulan komparatifnya dan memanfaatkannya dengan mengekspor keunggulan tersebut. Keunggulan komparatif lalu tidak hanya dilihat dari barang, tetapi juga dari jasa dan dilakukan dengan tahapan yang memberi nilai pada barang atau jasa tersebut dengan Global Value Chain. Indonesia diharapkan tidak hanya sebagai tempat Manufacturing, tetapi juga terlibat dalam Distribution, Marketing, Sales sehingga mendapat keuntungan dari proses-proses lainnya. Dari semua negara ASEAN yang memasok ekspor ke Kanada, Indonesia berada di peringkat keempat dimana merupakan posisi rendah karena mengekspor barang dengan nilai tambah yang kecil. FTA antara ASEAN dengan Kanada diharapkan bisa memfasilitasi Indonesia dalam memperluas akses pasarnya dan meningkatkan keikutsertaan Indonesia dalam GVC agar bisa meningkatkan infrastruktur regional untuk ekspor. Adapun hambatan yang dihadapi oleh Indonesia yaitu rendahnya kualitas infrastruktur publik, suku bunga tinggi yang tidak bisa dipenuhi usaha-usaha kecil menyebabkan mereka tidak bisa berkembang, standar dalam negeri belum memenuhi standar internasional, minimnya informasi tentang standar-standar khusus yang harus dipenuhi agar bisa membuat barang siap ekspor. Dan tentu saja bisa diatasi dengan strategi seperti meningkatkan daya saing domestik, meningkatkan investasi untuk menarik FDI, meningkatkan kualitas SDM, meningkatkan standar nasional ke standar internasional, dan meningkatkan hubungan antar perusahaan lokal dan internasional.

Pembicara ketiga oleh Kerub Henpra Gokniel diberi judul Pemanfaatan Hasil Perundingan AFAS dalam Rangka meningkatkan Ekspor Jasa Ritel Indonesia ke pasar ASEAN dimana Riset ini mengkaji ekspor-ekspor jasa di ASEAN. Sektor jasa telah mengkontribusi sebesar 60% GDP dunia, 40-70% di ASEAN, dan hanya 43.6% di Indonesia. ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) adalah salah satu bagian dari ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) yang berpusat pada jasa. Metodologi kajian ini menggunakan Hoekman Index untuk mengukur seberapa liberal setiap negara, analisis SWOT yang dikuantifikasi untuk membentuk strategi, dan analisis EFAS (melihat faktor eksternal) dan IFAS (melihat faktor internal). Analisis SWOT menunjukkan bahwa Indonesia memiliki Opportunity dan Strength yang cukup untuk mengembangkan ekspor jasa ritel di Asia Tenggara. Direkomendasikan bagi Indonesia untuk menggunakan strategi progresif dan melakukan ekspansi agresif ke pasar ASEAN. Disarankan bagi Indonesia untuk mengembangkan infrastruktur distribusi, memberi bantuan fiskal untuk jasa ritel yang berkembang ke luar negeri, dan membantu perusahaan di Indonesia untuk mencari partner di negara lain.

Pembicara Keempat oleh Pak Moch Faisal Karim membahas diplomasi dagang Indonesia di pasar non-tradisional dengan presentasi  berjudul FTA and Indonesia Trade Diplomacy in Non-traditional Market. Sedang ada usaha dari Presiden Jokowi untuk mengembangkan perdagangan internasional Indonesia ke pasar non-tradisional, seperti Bangladesh, Turki, Myanmar, Moroko, Iran, Mozambik, dan Uni Eropa. Saat ini Indonesia sudah membuat total 39 FTA dan PTA, 10 di antaranya sudah ditandatangani dan sedang berlangsung, 4 yang sudah ditandatangani tapi belum berlangsung, 8 yang masih dinegosiasikan, dan 16 masih dalam bentuk proposal. 4 yang sudah ditandatangani tapi masih dalam proses ini adalah FTA untuk Group of 8, kerja sama ekonomi Indonesia-Australia, FTA Indonesia-Uni Eropa, dan PTA Indonesia-Organisation of Islamic Cooperation (OIC). Adapun masalah salah satunya muncul ketidakharmonisan antara kementerian luar negeri, kementerian perdagangan, dan kementrian perindustrian karena berbeda tujuan dan ada isu-isu dalam negeri yang menghambat. Banyaknya perjanjian dagang internasional juga menyebabkan “Spaghetti Ball Effect” yang bisa menyebabkan melambannya hubungan dagang. Misalnya, dalam perjanjian dagang yang disebut Rule of Origin dan adanya konflik lainnya. Tidak bisa selalu mengandalkan perjanjian bilateral karena masih ada perjanjian multilateral yang bisa menagani isu diatas. Perlu di perhatikan tentang GVC dan Indonesia juga sedang berusaha membuka pasar dengan negara-negara non-konvensional agar tidak terus terpaku dengan negara konvensional.

Acara seminar ditutup dengan sesi tanya jawab dan pembagian konsumsi di akhir acara. Di sesi tanya jawab, peserta memberi pertanyaan lebih lanjut kepada pembicara tentang kajian, konsep, langkah konkrit dan pemaksimalan hal yang bisa dilakukan Indonesia untuk meningkatkan ekspor Indonesia.