Apakah Demokrasi Berkorelasi Positif dengan Kesehatan? Studi Kasus: Pandemi Covid-19

 

Pendahuluan

Dalam beberapa dasawarsa terakhir, demokrasi telah menjadi mantra populer di kajian hubungan internasional. Demokrasi selalu dikaitkan dengan kesejahteraan ekonomi yang lebih baik (Sen, 1999; Heo & Tan, 2001; Islam, 2018) dan juga hubungan antar negara yang lebih damai (Babst, 1964; Rummel, 1983, 1995; Ray, 1998).

Di dalam kajian keamanan internasional, hubungan antara demokrasi dan perdamaian dapat dilihat melalui teori perdamaian demokratis yang percaya jika di antara negara-negara demokratis tidak akan terjadi perang karena adanya hambatan struktural dan kultural (Maoz & Russet, 1993).

Sejak Perserikatan Bangsa-Bangsa menerbitkan laporan berjudul New Dimension of Human Security (1994) yang memasukan keamanan kesehatan sebagai salah satu bagian dari Keamanan Insani (Yuk-ping & Thomas, 2010) dan diikuti oleh Buzan, Wæver, dan de Wilde (1998) yang mendeskripsikan 5 dimensi keamanan (militer, politik, ekonomi, masyarakat, dan lingkungan), kajian keamanan internasional melebar ke isu keamanan non-tradisional. Perluasan definisi dan dimensi keamanan ini kemudian mendorong para ilmuwan sosial untuk melihat hubungan demokrasi, dan kesehatan.

Besley dan Kudamatsu (2006) melihat adanya hubungan yang kuat antara demokrasi dan kesehatan, khususnya dalam kaitannya dengan angka harapan hidup. Mereka juga menemukan adanya intervensi kebijakan yang kuat di sektor kesehatan di negara-negara demokrasi. Kesimpulan yang sama juga diperoleh oleh Safaei (2006) dan Bollyky et.al (2019).

Kajian mengenai hubungan demokrasi dan kesehatan ini telah melahirkan perdebatan di antara para ilmuwan. Allen, et.al (2019, 2020) menolak korelasi positif antara demokrasi dan kesehatan. Lewat penelitian mengenai implementasi kebijakan WHO terkait penyakit tidak menular (non-communicable disease, NCD) di berbagai negara, Allen dan kawan-kawan menemukan korelasi yang rendah antara demokrasi dan kebijakan kesehatan. Temuan ini mendapatkan tantangan dari Wigley, et.al (2020) yang menyatakan sebaliknya. Analisis mereka atas data yang dimiliki menunjukkan korelasi positif antara demokrasi dan kebijakan kesehatan. Keyakinan yang sama juga diperlihatkan oleh The Economist (2020) yang meyakini negara-negara demokrasi memiliki kemampuan lebih baik dalam mengatasi wabah Covid-19.

Dengan tujuan untuk melihat hal yang sama, tulisan ini akan melihat hubungan antara demokrasi dan kesehatan dengan cara membandingkan dan menghitung nilai korelasi antara indeks demokrasi, dan jumlah kasus Korona dan persentase kematian akibat Korona dengan menggunakan Koefisien Korelasi Pearson. Indeks demokrasi yang digunakan berasal dari The Economist Intelligence Unit (2019) yang mengklasifikasikan demokrasi ke dalam empat kategori: full democracy (indeks 8.0-10.0), flawed democracy (6.0-8.0), hybrid regime (4.0-6.0), dan authoritarian regime (0-4.0). Data kasus Korona diambil John Hopkins University (JHU) sementara data persentase kematian akibat Korona diambil dari Statista. Asumsi yang digunakan di dalam analisis ini adalah sistem demokrasi berkorelasi positif terhadap kesehatan jika nilai korelasi yang diperoleh semakin mendekati 1. Sebaliknya, sistem demokrasi berkorelasi negatif terhadap kesehatan jika nilai korelasi yang diperoleh semakin menjauhi 1.

Perlu juga disampaikan di awal bahwa tulisan ini hanyalah analisis awal terkait hubungan antara demokrasi dan kemampuan negara dalam merespon penyebaran wabah global, khususnya Covid-19. Analisis lebih lanjut dan mendalam dibutuhkan untuk memperkuat argumentasi yang disampaikan di sini.

 

Demokrasi dan Penyebaran Covid-19

Berdasarkan data JHU diperoleh data limabelas negara dengan angka kasus korona tertinggi adalah sebagai mana tercantum di tabel 1. Dari limabelas negara tersebut, dua negara masuk kategori negara otoritarian (authoritarian regime): Cina dan Iran; tiga negara masuk kategori demokrasi tak sempurna (flawed democracy): Italia, AS, Belgia; dan sepuluh negara lainnya adalah negara demokrasi penuh (full democracy): Spanyol, Jerman, Perancis, Swiss, Korea Selatan, Inggris, Belanda, Austria, Portugis, Norwegia. Selanjutnya, nilai korelasi yang diperoleh dari data tersebut adalah -0525190904.

Tabel 1. Demokrasi dan Total Kasus Covid-19

No

Negara

Indeks Demokrasi*

Total Kasus Covid-19**

1 Cina

2,26

81.661

2 Italia

7,52

69.176

3 AS

7,96

55.238

4 Spanyol

8,29

47.610

5 Jerman

8,68

34.009

6 Iran

2,38

27.017

7 Perancis

8,12

22.637

8 Swiss

9,03

10.456

9 Korea Selatan

8,00

9.137

10 Inggris

8,52

8.167

11 Belanda

9,01

5.585

12 Austria

8,29

5.499

13 Belgia

7,64

4.937

14 Portugis

8,03

2.995

15 Norwegia

9,87

2.902

Korelasi -0,525190904

Sumber: *The Economist Inteligence Unit, 2019. **John Hopkins University, 25 Maret 2020

Kecenderungan yang sama juga ditemukan saat demokrasi dihubungkan dengan persentase kematian atas Korona. Dari limabelas negara dengan persentase kematian tertinggi, dua negara masuk kategori otoritarian: Cina dan Iran; enam negara berkategori demokrasi tak sempurna (flawed democracy): Ekuador, Italia, Jepang, Belgia, Brazil, AS; satu negara masuk kategori sistem hibrid (hybrid regime): Turki; dan sisanya adalah negara demokrasi penuh: Spanyol, Inggris, Belanda, Perancis, Denmark, Swedia. Nilai korelasi yang diperoleh dari data tersebut adalah -0,167928339.

Tabel 2. Demokrasi dan Persentase Kematian akibat Korona (di atas 1000 kasus)

No

Negara Indeks Demokrasi*

Persentase Kematian**

1 Italia

7,52

9,86

2 Iran

2,38

7,79

3 Spanyol

8,29

7,11

4 Inggris

8,52

5,18

5 Belanda

9,01

4,96

6 Perancis

8,12

4,87

7 Cina

2,26

4,03

8 Jepang

7,99

3,6

9 Belgia

7,64

2,86

10 Ekuador

6,33

2,5

11 Turki

4,09

2,35

12 Brazil

6,86

2,05

13 Denmark

9,22

1,86

14 Swedia

9,39

1,74

15 AS

7,96

1,45

Korelasi -0,167928339

Sumber: *The Economist Inteligence Unit. **Statista, 25 Maret 2020

Data di atas menunjukan jika sistem politik tidak memiliki korelasi dengan kesehatan. Negara demokratis maupun otoritarian sama-sama memiliki persoalan dalam merespon penyebaran virus Korona. Ketidakmampuan dari sistem politik dalam merespon penyebaran virus tersebut terlihat dari nilai korelasi yang menjauhi 1 (-0525190904 dan -0,167928339).

 

Penutup

Hasil Ini menunjukkan bahwa ada faktor lain yang menentukan kemampuan negara dalam memberikan jaminan keamanan kesehatan terhadap warganegara. Dalam konteks menghadapi penyebaran Covid-19, kesigapan pemerintah dalam merespon ancaman kesehatan tampaknya lebih menentukan daripada jenis sistem politik. Ini terlihat dari kasus Vietnam yang mampu mengatasi penyebaran Covid-19 secara cepat (MacDonald, 2020).

Wendy Andhika Prajuli