Apakah Pemimpin Perempuan Lebih Baik dalam Menangani Pandemi Covid-19?

Pendahuluan 

Dalam dua minggu terakhir Forbes menurunkan tiga tulisan terkait efektivitas kepemimpinan perempuan dalam merespon pandemi Covid-19. Tulisan pertama ditulis oleh Tomas Chamorro-Premuzic. Sementara yang kedua dan ketiga masing-masing oleh Avivah Wittenberg-Cox dan Cami Anderson. Seluruh tulisan berkesimpulan bahwa perempuan lebih efektif dalam merespon pandemi yang terjadi. Namun, tulisan ini mendapat kritik dari Ella Whelan yang memandang sebaliknya. Ia berpendapat bahwa ada inkonsistensi kebijakan yang dilakukan oleh para pemimpin perempuan dalam menghadapi persoalan internasional, khususnya pandemi Covid-19. Whelan mencontohkan sikap dingin Merkel dalam merespon gagasan bantuan ekonomi untuk mencegah krisis ekonomi yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 terhadap perekonomian Uni Eropa.  

Tulisan ini mendukung apa yang disampaikan oleh Forbes bahwa, dalam konteks penanganan Covid-19, pemimpin perempuan lebih baik dari pemimpin laki-laki. Hanya saja Forbes memiliki kelemahan dalam menyampaikan argumentasinya tersebut. Forbes cenderung selektif (cherry picking) dalam menunjukkan efektivitas kepemimpinan tersebut karena hanya memilih beberapa negara saja dan tidak memberikan analisis perbandingan antara negara yang dipimpin oleh perempuan dan dipimpin oleh laki-laki.  

Tulisan ini berusaha menutupi kekurangan tersebut dengan membandingkan penanganan atau respon yang dilakukan oleh para pemimpin perempuan dan laki-laki dalam menghadapi pandemi Covid-19. Komparasi yang digunakan adalah persentase kematian dari total kasus dan total kematian di negara-negara yang dipimpin oleh perempuan dan yang dipimpin oleh laki-laki.   

Tabel 1. Negara Dengan Kepala Pemerintahan Perempuan 

Perempuan dan Penanganan Covid-19 

Saat ini, ada tiga belas negara di mana perempuan menjadi kepala pemerintahan. Variabel kepala pemerintahan dipilih karena kepala pemerintahan lebih mampu menentukan arah kebijakan negara dibandingkan dengan posisi kepala negara. Tiga belas negara yang memiliki kepala pemerintahan perempuan tersebut dapat dilihat dari tabel 1.   

Tabel 2. Persentase Kematian di Negara-Negara dengan Kepala Pemerintahan Perempuan 

Sumber: John Hopkins University, 22 April 2020 

Dengan melihat total kasus dan kematian di negara-negara yang memiliki kepala pemerintahan perempuan ditemukan bahwa persentase kematian di negara-negara tersebut adalah 5,4% (tabel 2). Sebaliknya, hasil perhitungan atas negara-negara dengan kepala pemerintahan laki-laki ditemukan persentase yang lebih besar, yaitu 7.0% (tabel 3). Dari sini terlihat jika pemimpin perempuan lebih baik dalam menangani dan merespon pandemi Covid-19 dibandingkan para pemimpin laki-laki.  

Fakta ini mematahkan anggapan selama ini bahwa perempuan memiliki kemampuan yang terbatas dalam pengambilan kebijakan-kebijakan strategis, baik di level nasional maupun internasional. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Edwin Ng dan Carles Muntaner (2018) menemukan jika keberadaan perempuan di pemerintahan memberikan pengaruh baik terhadap kesehatan masyarakat. Mereka menemukan, dengan menggunakan kasus Kanada, seiring dengan bertambahnya jumlah perempuan di pemerintahan angka kematian di Kanada juga menurun. Ini semakin memperkuat temuan di atas bahwa perempuan punya kemampuan lebih baik dalam menghadapi isu kesehatan dibandingkan laki-laki.  

Tabel 3. Persentase Kematian di Negara-Negara dengan Kepala Pemerintahan Laki-Laki 

Sumber: John Hopkins University, 22 April 2020 

Kesimpulan 

Dari perhitungan di atas terlihat, jika menggunakan pengukuran persentase kematian, negara-negara yang dipimpin oleh perempuan memiliki kondisi yang lebih baik dibandingkan negara-negara yang dipimpin oleh laki-laki dalam menangani penyakit Covid-19. Hasil pengukuran tersebut mengonfirmasi pandangan bahwa pemimpin perempuan memiliki kemampuan yang lebih baik dalam merespon pandemi Covid-19 dibandingkan pemimpin laki-laki.  Ini artinya, akses perempuan ke pengambilan kebijakan strategis, baik di level negara dan internasional, harus dibuka selebar-lebarnya karena perempuan punya kemampuan yang baik dalam menyusun kebijakan-kebijakan strategis.