IRLS #72. How Do State and MNC Actors Become The Driving Forces In Implementing SDGs and Climate Changes
Pada Rabu, 14 April 2021, Jurusan Hubungan Internasional Bina Nusantara University mengadakan webinar di bawah program International Relations Lecture Series (IRLS) yang ke-72 bertajuk “Digital Transformations: Opportunities, Challenges and Threats for Small and Medium Enterprises in the Covid-19 Pandemic Era“. Webinar ini menghadirkan tiga pembicara yakni ibu Mala Ekayanti (Country Sustainability Roadmap Lead, Head of Corporate Affairs BASF Indonesia), ibu Vivi Yulaswati (Senior Advisor to the Minister of National Development Planning for Social Affairs and Poverty Reduction), dan ibu Sizs Jerry (Group Leader, Social Investment,Community Affairs Division PT Freeport Indonesia). Sesi webinar kali ini dimoderasi oleh ibu Dayu Nirma Amurwanti, dosen jurusan Hubungan Internasional Binus yang berpengalaman pula sebagai praktisi dari World Bank.
Pembicara dari PT Freeport Indonesia (PTFI) oleh Ibu Sizs Jerry mengenai kontribusi investasi sosial PTFI dalam pencapaian SDGs tambang yang selalu diidentikkan dengan merusak lingkungan. Pemaparan area PTFI yang berlokasi tepat di tengah-tengah pulau Papua dan memiliki dua area, yaitu izin area pertambangan khusus seluas 9.946 Ha sekitar 0,02% dari luas Papua dan area pendukung seluas 116.783 Ha yang diperoleh dua tahun lalu. PTFI beroperasi dari area 0 mdpl hingga di atas 4200 mdpl. Konsekuensinya adalah lokasi bentang alam yang yang harus dijaga lingkungannya cukup beragam, dari vegetasi bakau sampai tundra di bawah gunung es.
Secara sosial, Papua terdapat kurang lebih 300 suku, dengan dua suku utama sebagai hak pemilik wilayah yang berkoindidensi dengan wilayah sekitar pertambangan PTFI. PTFI hadir sebelum adanya pemerintah efektif di Kabupaten Mimika. PTFI lahir pada tahun 1969 dan mulai beroperasi pada tahun 1972. Kota Mimika dibangun karena kehadiran PTFI. Migrasi penduduk yang tertarik oleh industri pertambangan kemudian menjadi penyebab utama pertumbuhan penduduk dan PDRB di Mimika. 23,2%, warga bekerja di sektor pertambangan dan menjadi lapangan usaha paling utama di Mimika dan menyumbang PDRB terbesar. Berdasarkan riset LPEM UI 2015-2018, 79% PDRB Mimika dikontribusi dari PTFI.
Program-program yang disusun PTFI mengacu kepada investasi sosial berbasis komitmen formal masyarakat dan pemerintah, regulasi serta standar, serta kebijakan internasional. Dalam kaitannya dengan tanggung jawab sosial, hal ini dilakukan untuk tujuan mitigasi sosial, mitigasi risiko sosial utama, serta penyelarasan dengan SDGs untuk memberi kemanfaatan dan capacity building masyarakat setempat ketika izin pertambangan khusus yang saat ini berlangsung yang berakhir di tahun 2041 bisa meminimalisir dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif. Untuk regulasi terkait tanggung jawab sosial perusahaan tersebut diatur oleh kementrian ESDM.
Kontribusi PTFI dalam mewujudkan SDGs mencakup 17 tujuan dan 169 target, 241 indikator nasional dan 236 indikator Papua, yang dibagi menjadi empat pilar (sosial, ekonomi, lingkungan, hukum dan tata kelola). PTFI menyerap 27.459 orang tenaga kerja lokal sebagai karyawan langsung dam kontraktor. 40% karyawan langsung PTFI adalah masyarakat Papua, yang menduduki berbagai posisi hingga manajemen senior, termasuk posisi Direktur.
Kegiatan operasional PTFI menciptakan multiplier effect terhadap penciptaan 210.000 kesempatan kerja baik di Papua maupun luar Papua. Di bidang pendidikan PTFI memberikan 11.566 beasiswa sejak 1996 dan pengelolaan 6 Asrama. Komposisi penerima beasiswa: 65% laki-laki, 35% perempuan. Institut Pertambangan Nemangkawi telah mendidik lebih dari 4.000 siswa (91% dari Papua) dan menyerap 2.764 Iulusan untuk bekerja di PTFI. Di bidang kesehatan, PTFI membangun dan mengoperasikan Rumah Sakit yang memberikan pelayanan medis gratis selama tahun 2020 menerima 161.000 kunjungan pasien. Pengobatan gratis di 3 klinik umum, 2 klinik spesialis, selama 2020 menerima 44.000 kunjungan pasien. PTFI juga berperan dalam pengendalian penyakit Malaria dengan tingkat kesuksesan hingga 70% dan TB hingga 99%.
Di bidang lingkungan kegiatan reklamasi pesisir di Muara Ajkwa dengan menanam mangrove seluas 401,31 Ha (sejak 2005), reklamasi lahan tailing tidak aktif, pemanfaatan tailing untuk pengembangan infrastruktur di Papua, konservasi dan repatriasi satwa endemik serta penemuan spesies-spesies baru, penyediaan sanitasi dan air bersih untuk desa-desa di sekitar wilayah operasi, pertanian dan peternakan.
Sesi dari PTFI dilanjutkan oleh ibu Vivi Yulaswati yang menguraikan upaya-upaya Indonesia yang termasuk dari 193 negara yang berkomitmen secara global terhadap agenda-agenda pembangunan global, baik ketika berupa MDGs (2000-2015) hingga berganti ke SDG’s pada periode 2015-2030 yang memiliki lebih banyak indikator. MDGs lebih berfokus pada pembangunan negara-negara berkembang dengan fokus pada pembangunan ekonomi dan sosial, sedangkan SDGs lebih universal dalam mencakup keseluruhan aspek pembangunan berkelanjutan yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan, dengan berfokus pada manusia, kemakmuran, perdamaian, kemitraan, dan planet.
Di Indonesia, penerapan SDGs dalam 5 tahun terakhir hingga 2020 dilakukan melalui banyak upaya, mulai dari pembentukan berbagai tim di tingkat nasional di tingkat daerah serta keterlibatan dari non–state actors, menyusun berbagai peraturan dasar pelaksanaan berbasis Perpres Nomor 59/2017, berbagai instrumen mulai dari roadmap SDG’s sampai dengan 2030 baik di tingkat nasional melalui RPJMN dan RPJMD serta di daerah dengan RAD di 29 provinsi. Visi SDGs tersebut dikelompokkan dalam empat pilar (sosial, ekonomi, lingkungan, serta tata kelola) yang sudah direvisi metadata dari indikator-indikator, definisi, sumber data, dan harmonisasi koordinasi.
Sesi kemudian dilanjutkan oleh ibu Mala Ekayanti dari BASF Indonesia. BASF adalah perusahaan global yang berpusat di Jerman dengan nilai investasi tahun lalu hampir 60 miliar Euro di tahun 2020, 110.000 karyawan di seluruh dunia, termausk R&D yang telah menghabiskan 2 miliar Euro setiap tahun untuk memastikan bahwa produk-produk yang dipasarkan ini betul-betul bisa membantu para customer untuk mencapai sustainability. BASF di Indonesia berdiri dari tahun 1976 dan memiliki tiga cabang yaitu Cengkareng, Cimanggis dan di Merak, dengan kantor pusat di Jakarta. Label pada BASF diharapkan menciptakan chemistry antara customer dengan karyawan, dan juga BASF menyimpulkan bahwa kimia untuk masa depan yang berkelanjanjutan dan berfikiran bahwa bumi ini hanya satu dan tidak ada jalan lain selain memiliki bisnis yang sesuai label untuk memastikan bumi ini harus dijaga.
Prinsip sustainability ditempuh dengan utamanya fokus pada pengurangan emisi karbon pada supply chain-nya, misalnya memastikan penggunaan lebih sedikit air dan reduksi jejak karbon serta memastikan dan memperlakukan para karyawan maupun vendor dengan respek. Pada tahun 2018 BASF terus bertumbuh penjualannya, tetapi emisi karbon yang dihasilkan tetap netral.
Sesi dilanjutkan dengan tanya-jawab dan kuis Kahoot sebagai penutup. Webinar ini juga dapat disaksikan melalui YouTube Channel International Relations Bina Nusantara University.