Indonesia Butuh Strategi Ofset Pertahanan yang Tepat: Dosen HI Binus

Pada Kamis, 8 Juli 2021, dosen Hubungan Internasional (HI) Universitas Bina Nusantara (BINUS), Dr. Curie Maharani Savitri, menjadi narasumber webinar bertajuk “Ofset, Program Transfer Teknologi, dan Rencana Modernisasi Tentara Nasional Indonesia” yang diadakan oleh PT Semar Sentinel Indonesia.

Selain Dr. Curie, narasumber lain webinar ini antara lain Dr. Ir. Yono Reksoprodjo, Kepala Bidang Alih Teknologi dan Ofset dari Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP), dan Alman Helvas Ali, ahli bidang pertahanan dan konsultan PT Semar Sentinel Indonesia. Alumni HI BINUS Anastasia Febiola Sumarauw menjadi salah satu moderator webinar.

Dr. Curie Maharani Savitri

Dalam webinar ini, Dr. Curie menyampaikan tentang ofset dalam perdagangan senjata. Ofset adalah pengaturan tentang kompensasi industri yang disyaratkan oleh pemerintah negara pembeli senjata sebagai syarat pembelian dari pemasok luar negeri. Terdapat dua bentuk ofset: ofset langsung yang terkait langsung dengan produk pertahanan yang dijual, dan ofset tidak langsung yang tidak terkait dengan produk pertahanan yang dijual.

Menurut Dr. Curie, ofset adalah “necessary evil”. Ofset diperlukan karena dapat menguntungkan para stakeholder perdagangan senjata. Kepada negara pembeli, ofset memberikan balance neraca perdagangan, peluang mengembangkan basis industri pertahanan domestik, dan meningkatkan otonomi negara dalam mengembangkan industri strategis. Kepada negara penjual, ofset membantu mempertahankan lapangan pekerjaan industri pertahanan dan mempromosikan ekspor produk pertahanannya.

Akan tetapi, ofset juga dapat membawa kerugian kepada para stakeholder tersebut. Kepada negara pembeli, ofset menyebabkan adanya biaya premium dalam pengadaan senjata, yaitu biaya tambahan karena adanya program ofset. Ofset juga meningkatkan risiko korupsi, serta seringkali minim keberlanjutan program. Kepada negara penjual, ofset menyebabkan kemungkinan lapangan pekerjaan industri pertahanan pindah ke luar negeri, berpindahnya teknologi penting ke negara pesaing atau yang bermusuhan, hingga hilangnya daya saing teknologi pertahanan.

Walau adanya kerugian dari ofset, peluang manfaat dari program ofset membuat kebijakan ofset menyebar di seluruh dunia. Bahkan, kawasan Asia Pasifik menjadi pasar ofset terbesar di dunia. Menurut Dr. Curie, Indonesia adalah salah satu negara pelopor ofset pertahanan di dunia. Indonesia telah menerapkan kebijakan ofset sejak 1975. Indonesia menggunakan ofset dalam rencana manufaktur progresif industri strategis, baik di PT IPTN (sekarang PT Dirgantara Indonesia), PT PAL Indonesia, dan PT Pindad. Sekarang, Indonesia menjadikan ofset sebagai kebijakan wajib dalam pengadaan senjata, melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan dan peraturan-peraturan turunannya.

Terakhir, Dr. Curie menyampaikan tentang prasyarat untuk keberhasilan ofset, yaitu skala pengadaan yang diberlakukan ofset, kapasitas absorptif industri domestik dalam menyerap potensi ofset, dan strategi ofset yang tepat.

Dalam merumuskan strategi ofset Indonesia, terdapat beberapa catatan yang perlu dipertimbangkan. Pertama, ada 85% potensi ofset dari rencana pengadaan senjata di masa mendatang yang bernilai lebih dari US$ 70 miliar. Kedua, ofset tidak bisa dituntut dengan tergesa-gesa, tapi perlu persiapan yang matang. Ketiga, ofset tidak bisa dilakukan dengan “blanket policy” yang mencakup banyak hal sekaligus; diperlukan cara menentukan ambang batas dan teknologi. Terakhir, dengan adanya Undang-Undang Cipta Kerja, perlu strategi agar ofset dapat mendatangkan investasi ke sektor pertahanan.

Setelah penyajian oleh Dr. Curie, webinar dilanjutkan dengan presentasi oleh narasumber lain, yaitu Dr. Yono dan Bapak Alman. Webinar ditutup setelah sesi tanya-jawab. Webinar dilaksanakan melalui layanan Zoom dengan peserta 78 orang. Penyelenggara webinar ini, PT Semar Sentinel Indonesia, adalah perusahaan consulting bisnis keamanan dan dirgantara.