Dosen HI Binus: Indonesia Perlu Meningkatkan Dinamika Persenjataannya di Tengah Pusaran AUKUS-China

Pada Selasa, 5 Oktober 2021, dosen Hubungan Internasional (HI) Universitas Bina Nusantara (BINUS), Dr. Curie Maharani Savitri, menjadi salah satu narasumber webinar bertajuk “Indonesia dalam Pusaran Dinamika Persenjataan AUKUS-China” yang diadakan oleh Laboratorium Indonesia 2045 (Lab 45).

Webinar ini merupakan diseminasi hasil penelitian Lab 45 tentang dampak AUKUS terhadap dinamika di Laut China Selatan dan Indo-Pasifik. Webinar Tim peneliti Lab 45 terdiri atas Iis Gindarsah, Reine Prihandoko, dan Febry Triantama, serta Dr. Curie dari HI BINUS. Webinar diawali opening remark oleh Andi Widjajanto, analis utama Lab 45. Webinar dimoderatori oleh, Mutti Anggitta, analis utama Lab 45. Hasil penelitian Lab 45 kemudian dibahas oleh beberapa penanggap eksternal, antara lain Evan A. Laksmana, senior research fellow Centre on Asia and Globalisation National University of Singapore (NUS), dan Anton Aliabbas, dosen Paramadina Graduate School of Diplomacy Universitas Paramadina.

Dalam pemaparan hasil penelitian mereka, tim peneliti Lab 45 menyampaikan bahwa mereka mengumpulkan data seputar kapabilitas militer dan ekonomi pertahanan di 30 negara, kemudian menyusun tipologi sistem persenjataan ke dalam 11 kategori utama dan 41 tipe teknologi militer. Tim peneliti kemudian menyampaikan distribusi kapabilitas militer global pada 2021 antara negara-negara anggota AUKUS (Australia, Britania Raya, Amerika Serikat)/QUAD (Australia, India, Jepang, Amerika Serikat) vis-à-vis China.

Setelah membahas distribusi kapabilitas militer global, tim peneliti Lab 45 menyampaikan perkembangan kemampuan alutsista TNI terkait tiga determinan utama, yaitu ekonomi pertahanan, teknologi pertahanan, dan potensi pertahanan. Tim peneliti kemudian menyampaikan bahwa angka Indonesia tergolong rendah pada semua indikator terkait ekonomi pertahanan. Sementara itu, posisi Indonesia tergolong cukup baik pada semua indikator potensi pertahanan dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara. Akan tetapi, Indonesia berada di bawah rata-rata untuk indikator-indikator teknologi pertahanan.

Tim peneliti Lab 45 lalu membahas prospek dinamika persenjataan global. Tim peneliti menyampaikan bahwa negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, cenderung menjalankan program pemeliharaan persenjataan, tidak sampai modernisasi senjata, apalagi pembangunan senjata maupun revolusi militer. Menurut tim peneliti, idealnya Indonesia mampu melakukan modernisasi senjata atau bahkan pembangunan senjata seperti Turki dan Israel. Tim peneliti berargumen bahwa diperlukan perubahan signifikan dalam tata kelola ekonomi pertahanan guna memutakhirkan alutsista TNI.

Webinar dilaksanakan melalui platform YouTube dengan peserta 50 orang. Penyelenggara diskusi ini, Lab 45, adalah lembaga kajian yang menyelaraskan antara ilmu pengetahuan dan praktik empiris di bidang peramalan strategis. Webinar ini disiarkan secara langsung di kanal YouTube Lab 45: https://www.youtube.com/watch?v=qNiLjMjKqqQ.